Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif

Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif
LOGO KSC

Sabtu, 26 Februari 2011

Model Pendidikan Islam Pluralis

PENDAHULUAN
Pluralisme agama dinegeri ini merupakan realitas empirik yang tidak bisa dipungkiri. Plurisme sejak dulu telah dikenal sebagai potensi berbangsa dan bernegara, menetapkan negara ini bukan menjadi negara agama atau negara sekuler. Pilihannya berada tepat ditengah – tengah antara kedunya. Persoalannya adalah, siapa yang memperkenalkan, dan memaknai selanjutnya sehingga kenyataan pluralisme menjadi ruwet bak memendam demdam kesumat yang tidak ada hentinya. Dari pergulatan yang amat menyesakkan itu, wajar bila dalam masyarakat kita tumbuh subur,antar sesama penganut agama nyaris setiap hari muncul pertikaian, permusuhan, bahkan pembunuhan. Dan ironisnya agama senantiasa dibawa-bawa sebagai pembenarnya. Akhirnya agama tidak pernah imun dari konflik yang berkepanjangan demi kepentingan masing-masing penganutnya. Oleh sebab itu bolehlah dikatakan bahwa rezim orde baru memang berhasil menjadikan agama sebagai idiologi masa bukan sebagai agen transformasi masyarakat.
Konsep pendidikan pluralisme berorientasi pada realitas persoalan yang di hadapi bangsa dan umat manusia secara keseluruhan. Konsep pendidikan pluralisme itu di gagas dengan semangat besar untuk memberikan sebuah model pendidikan yang mampu menjawab tantangan masyarakat pasca moderenisme. Mencermati hal itu, salah satu yang perlu dan penting untuk di jadikan bahan diskusi dan dialog antara umat muslim dan non muslim secara keseluruhan perlu adanya konsep pluralisme. Pluralisme merupakan konsep yang berasal dari barat yang bertujuan untuk menciptakan harmonisasi di antara agama-agama dunia. Pengakuan terhadap pluralisme agama dalam suatu komonitas umat beragama menjadikan di kedepannya prinsip inklusivitas yang bermuara pada tumbuhnya kepekaan terhadap berbagai kemungkinan. Lebih-lebih kita semua sudah di hadapkan pada kenyataan adanya masyarakat multikultuiralisma dan pluralisme, dimana dalam pandangan masyarakat seperti ini, seluruh masyarakat dengan segala unsurnya di tutup untuk saling tergaantung dan menanggung nasib secara bersama-sama demi terciptanya perdamaian abadi. Salah satu bagian penting dari konsekuensi tata kehidupan global yang di tandai kemajemukan etnis, budaya, dan agama tersebut, adalah membangun dan menumbuhkan kembali teologi pluralisme dalam masyarakat. Maksud dan tujuan pendidikan pluralisme, dengan begitu akan di jadikan sebagai jawaban atau solusi alternatif bagi keinginan untuk merespon persoalan-persoalan di atas. Sebab dalam pendidikannya, pemahaman islam yang hendak di kembangkan oleh pendidikan berbasis pluralisme adalah pemahaman dan pemikiran yang bersifat inklusif. Melalui sistem pendidikannya, sebuah pendidikan yang berbasis pluralisme akan selalu berusaha memelihara dan berupaya menumbuh kembangkan pemahaman yang inklusif pada peserta didik. Dengan suatu orientasi untuk memberikan penyadaran terhadap para peserta didik akan pentingnya saling menghargai, menghormati dan bekerjasama dengan agama-agama lain. Untuk itu dalam pembahasan makalah kali ini akan menerangkan arti penting penerapan konsep pluralisme dan peranannya baik dalam lintas agama budaya atau sosial masyarakat dan kenegaraan.
 
RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian pendidikan Islam dan Pluralisme Agama?
B.    Apa latar belakang munculnya pluralisme?
C.    Apa tujuan pendidikan Pluralisme?
D.    Bagaimana penerapan pendidikan pluralisme?
 
PEMBAHASAN
 
A. Pengertian Pendidikan Islam dan Pluralisme Agama
Pendidikan Islam
Agama islam mempunyai ciri yang khas yaitu wahyu dan hukum syariat yang telah di jelaskan dalam al-Quran. Wahyu di yakini banyak orang sebagai sesuatu yang berada di luar kemampuan akal pikiran manusia. Untuk menjangkaunya cukup beriman dan mempercayai saja, itulah tanggapan yang sering kali di kemukakan oleh beberapa kalangan. Dalam kajian yang bersifat akademik yang bersifat masalah agama tidak semua orang awam dapat mendalami seluk-beluk permasalahanya secara menyeluruh. Di butuhkan prasyarat tertentu atau training dalam jangka waktu yang tidak singkat untuk mendekati dan memahami agama islam secara akademik ataupun ilmiah, jika demikian halnya dalam wilayah ilmu-ilmu murni apalagi dalam wilayah ilmu-ilmu humaniora dan menyangkut realitas keberagaman manusia perlu adanya kajian yang membahas tentang sisi-sisi positif yang menyangkut semua tatanan ilmu-ilmu sosial dan murni. Untuk itu wilayah pendidikan pluralisme cukup tepat dalam menjawab permasalahan di atas. Untuk menelusuri kembali pendekatan antropologis terhadap fenomena keberagaman manusia serta hubunganya dengan pendekatan agama dan sosial. Satu titik sedsrhana yang ingin di garis bawahi di sini adalah perlunya di jalin kerjasama yang erat antara pendekatan teologis, antropologis, fenomenologis terhadap keberagaman manusia untuk memecahkan problema raelitas pluralisme agama yang cukup rumit dalam era globalisasi budaya sekarang ini.
Istilah pendidikan sering kali tumpang tindih dengan istilah pengajaran. Oleh karena itu, tidak heran jika pendidikan terkadang di sebut sebagai pendidikan. Ilmu pendidikan berisi tentang teori pendidikan sekaligus data dan penjelasan yang mendukung teori tersebut. Dengan demikian ilmu pendidikan islam adalah teori-teori pendidikan yang berdasarkan pada konsep dasar islam yang di ambil dari penelaahan terhadap al-quran, hadits, dan teori-teori keilmuan lain, yang di telaah dan di konstruksi secara integratif oleh intelektual muslim untuk menjadi sebuah bangunan dari teori kependidikan yang bisa di pertanggung jawabkan secara ilmiah. Pendidikan islam berbeda dengan tafsir dan hadits, pendidikan islam kajian ilmunya tidak lagi terfokus pada telaah atas ayat-ayat dan hadits nabi, tetapi merupakan produk dari studi terhadap ayat dan hadits nabi yang telah di olah dengan dasar kajian (penelitian) ilmiah.
Konsep pendidikan islam mencakup kehidupan manusia seutuhnya tidak hanya memperhatikan dan mementingkan segi akidah (keyakinan), ibadah (ritual) dan akhlak (norma-etika) saja, tetap jauh lebih luas dan teratur dari pada itu antara lain:
a)      Setiap proses perubahan menuju kearah kemajuan kemajuan dan perkembangan berdasarkan ruh ajaran islam.
b)      Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental, perasaan (emosi), dan rohani (spiritual).
c)      Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan, ketaqwaan, pikir-dzikir, ilmu ilmiah-alamiah, materiil-spiritual, individual-sosial dan dunia-akhirat.
d)      Realisasi dari fungsi manusia yaitu fungsi peribadatan sebagai hamba allah untuk menghambakan diri semata-mata kepada allah dan fungsi kekhalifahan sebagai khalifah allah yang di beri tugas untuk menguasai, memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan alam semesta.
Tujuan pendidikan islam antara lain adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba allah yang shaleh, teguh imannya, taat beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam kehidupan setiap muslim mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apapun yang di lakukannya dengan nilai mencari ridho allah, memenuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan tugas kehidupan itu, baik bersifat pribadi maupun sosial perlu di pelajari dan di tuntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian identitas muslim akan tampak dalam semua aspek kehidupannya.
Pluralisme Agama
Istilah pluralisme agama masih sering disalahfahami atau mengandung pengertian yang kabur, meskipun terminologi ini begitu populer dan tampak disambut begitu hangat secara universal, sungguh sangat mengejutkan, ternyata tidak banyak, bahkan langka, yang mencoba mendefinisikan pluralisme agama itu. Karena pengaruhnya yang luas, istilah ini perlu pendefinisian yang jelas dan tegas baik dari segi konteks di mana ia banyak digunakan, khususnya dalam buku ini.
Secara etimologis, pluralisme agama, berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa arab diterjemahkan “al-ta’addudiyyah al-diniyyah” dan dalam bahasa inggris “religious pluralism”. Oleh karena istilah pluralisme agama ini berasal dari bahasa inggris , maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus merujuk kepada kamus bahasa tersebut. Pluralisme berasal dari dua kata Plural dan Isme.Plural berartoi jamak dan isme berarti paham. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti plural adalah jamak: lebih dari satu, pluralis bersifat jamak. Pluralisme hal menngatakan banyak atau tidak satu. Pluralisme kebudayaan berbagai kebudayaan yang berbeda di suatu masyarakat. Ddengan demikian pluralisme adalah memahami dan menyadari suatu kenyataan tentang adanya kemajemukan.
Sementara itu, definisi agama dalam wacana pemikiran barat telah mengundang perdebatan dan polemik yang tak berkesudahan, baik di bidang ilmu filsafat agama, teologi, sosiologi, antropologi, maupun di bidang ilmu perbandingan agama ( religionswissenschaft ) sendiri. Sehingga sangat sulit, bahkan hampir bisa di katakan mustahil, untuk mendapatkan definisi agama yang bisa di terima atau di sepakati semua kalangan. Dan karena sulitnya, sehingga sebagian pemikir berpendapat bahwa agama adalah kata-kata yang tidak mungkin definisikan.
Untuk mendefinisikan agama, setidaknya dapat menggunakan tiga pendekatan, yakni dari segi fungsi, institusi, dan substansi. Para ahli sejarah social (social history ), cenderung mendefinisikan agama sebagai suatu institusi historis. Intitusi historis adalah suatu pandangan hidup yang institusionilized yang mudah dibedakan dari yang lain yang sejenis, misalnya seecara alami sangat mudah membedakan  antara agama budha dan islam dengan hanya melihat sisi kesejarahan yang melatarbelakangi keduanya dan dari perbedaan sistem kemasyarakatan, keyakainan, ritual dan etika yang ada dalam ajaran keduanya. Sementara para ahli dibidang sosiologi  dan antropologi cenderung mendefisikan agama dari sudut fungsi sosialnya yaitu suatu system kehidupan yang mengikat manusia dalam satuan – satuan atau kelompok – kelompok social.
Dari uraian diatas definisi yang paling tepat adalah yang mencakup semua jenis agama, kepercayaaan, sekte maupun berbagai jenis idiologi modern seperti komunisme, humanisme, sekularisme, nasionalisme dan lainnya. Dan jika pluralisme dirangkai dengan agama sebagai predikatnya maka berdasarkan pemahaman tersebut diatas sisa dikatakan bahwa pluralisme agama adalah  kondisis hidup bersama antar agama yang berbeda  beda dalam satu komunitas dengan tetap mempertahankan ciri spesifik dalm ajaran masing – masing agama. 

B. Latar belakang Munculnya Pluralisme
Setelah dunia Islam menjadi negara-negaara merdeka pasca perang dunia I dan perang duniaII, ada beberapa masalah yang perlu tanggapan segera dari pemimpin dan tokoh umat Islam. Selain yang menyangkut hubungan antara Agama dan negara (din wan daulah), ada pula masalah yang berhubungan dengan tatanan kelembagaan masyarakat termasuk partai politik dan organisasi masyarakat. Faktor tersebutlah salah satu yang melatarbelakangi munclnya pendidikan pluralisme karena banyaknya konflik-konflik yang muncul setelah banyak perpecahan baik dalam Agama, budaya dan tatanan masyarakat itu sendiri.
    Sebagai konsep plural yang dapat di artikan sebagai keanekaragaman wacana pluralisme juga tidak terlepas dari konsep teologi agama karena didalamnya masih banyak membahas sisi agama dari sara’ semata tanpa memandang wilayah sosial dan iptek yang telah berkembang di masa sekarang. Pada tataran Teologis, dalam pendidikan agama perlu mengubah paadigma teologis yang pasif, tekstual dan eksklusif. Menuju teologi yang saling menghormati, saling mengakui eksistensi, berfikir dan bersikap positif, serta saling memperkaya iman. Hal ini dengan tujuan untuk membangun interaksi umat beragama dan antar umat beragaama yang tidak hanya  berkoeksistensi secara harmonis dan damai, tetapi juga bersedia aktif dan pro aktif bagi kemanusiaan.
    Yang melatar belakangi kemunculan pendidikan pluralisme memang tidak terlalu jauh membahas tentang  keanekaragaman dan konflik internal agama. Dalam pergaulan antar agama dewasa ini, memang semakin hari semakin merasakan intensnya pertemuan agama-agama itu. Pada tingkat pribadi, sebenarnya hubungan antar tokoh-tokoh agama di Indonesia pada khususnya, kita melihat suasana yang semakin akrab, penuh toleransi, dengan keterlibatan yang sungguh-sungguh dalam usaha memecahkan persoalan-persoalan hubungan antar agama yang ada di dalam masyarakat. Tetapi pada tingkat teologis yang merupakan dasar dari agama itu muncul kebingungan-kebingungan, khususnya menyangkut bagaimana kita harus mendefinisikan diri di tengah agama-agama lain yang juga eksis dan punya keabsahan. Dalam persoalan ini di diskusikanlah apakah ada kebenaran dalam agama lain yang implikasinya adalah berakar dalam pertanyaan teologis yang sangat mendasar. Faktor tersebutlah yang paling utama melatarbelakangi munculnya pendidikan pluralisme.
    Sebab-sebab lain lahirnya teori pluralisme banyak dan beragam, sekalipun kompleks. Namun secara umum dapat di klasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal, yang mana antara satu fator dan faktor lainnya saling mempengaruhi dan saling berhubungan erat. Faktor intrnal merupakan faktor yang timbul akibat tuntunan akan kebenaran yang mutlak (absolute truthclaims) dari agama-agama itu sendiri, baik dalam masalah akidah, sejarah maupun dal;am masalah keyakinan atau doktrin. Faktor ini sering juga di namakan dengan faktor ideologis.
a.    Faktor ideologis (internal)
Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di imaninnya itu paling benar adalah alami belaka. Keyakinan akan absolutisme dan kemutlakan ini berlaku dalam hal akidah dan ideologi (baik yang berasal dari wahyu allah dan sumber lainnya). Kenyataan ini hampir tak satupun yang mempertanyakannya, hingga datangnya era modern dimana faham relativitas agama mulai di kenal dan menyebar secara luas di kalangan para pemikir dan intelektual, khususnya pada dekade terakhir abad ke-20 ini. Jika di cermati secara sesama dan mendalam dan menyeluruh, mereka yang meyakini relativisme agama dan menolak absoluitisme agama pada prinsipnya telah terjebak, secara tidak sadar mereka telah berusaha menghindari sebuah keyakinan absolut tentang relativisme agama itu sendiri. Bukti empirisnya, mereka selalu mempertahankan keyakinan ini dengan sekuat tenaga dari berbagai kritik dan serangan seraya terus berusaha memasarkannya serta mendakwahkannya dengan gigih dan menggunakan berbagai macam cara kepada khalayak ramai. Inilah yang memprkuat alibi bahwa keyakinan relativisme agama muncul sebagai semacam ideologi baru atau agama baru menggantikan faham absolutisme agama, suatu hal yang justru semakin menambah isu pertentangan antar keyakinan-keyakinan sbsolut semakin rumit dan parah.
Dalam konteks ideologi ini, umat manusia terbagi menjadi dua bagian, yang pertama mereka yang beriman dengan teguh terhadap wahyu langit atau samawi, sedangkan kelompok yang kedua mereka yang tidak beriman kecuali hanya kepada kemampuan akal saja (rasionalis). Perbedaan cara pandang dalam beriman dan beragama secara otomatis akan mengantarkan kepada perbedaan dan pertentangan di setiap masalah dalam menentukan kebenaran yang mutlak. Sebab ke imana adalah pokok seluruh permasalahan. Mereka yang beriman kepada wahyu adalah mereka yang beriman terhadap esensi wujud yang gaib, metafisik atau kekuatan yang paling di atas segalanya atau kekuatan transendental yang ada di balik kekuatan alam. Adapun kelompok yang kedua dari manusia adalah  mereka yang sama sekali tidak mengimani itu semua. Kelompok pertama, terjebak dalam perbedaan pendapat yang tidak mungkin di kompromikan sama sekali dalam menentukan siapa/apa esensi zdat yang gaib itu, baik dalam aspek bilangan, substansi maupun eksistensinya. Dan akibat perbedaan ini mereka berbeda pendapat dalam segala hal yang berhubungan, dekat atau jauh, dengan akidah dan keyakinan ini. Oleh karenanya kajian kita dalam hal ini, bisa di sederhanakan dalam dua permasalahan teologis dan historis.
b.    Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga dua faktor eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh berkembangnya teori pluralisme. Kedua faktor tersebut adalah faktor sosio-politis dan faktor ilmiah:
Faktor Sosio-Politis
Dimana faktor yang mendorong munculnya teori pluralisme agama adalah berkembangnya wacana-wacana sosio politis, demokratis dan nasionalisme yang telah melahirkan sistem negara-bangsa dan kemudian mengarah pada apa yang dewasa ini di kenal dengan globalisasi, yang merupakan hasil praktis dari sebuah proses sosial dan politis yang berlangsung selama kurang lebih tiga abad. Proses ini bermula semenjak pemikiran manusia mengenal liberalisme yang menerompetkan irama-irama kebebasan, toleransi, kesamaan dan pluralisme sebagaimana telah di singgung di atas. Meski dasar-dasar liberalisme semula tumbuh dan berkembang sebagai prises sosio-politis dan sekular, tapi kemudian paham ini tidak lagi terbatas pada masalah politis belaka. Watak universal dan komprehensif yang meliputi HAM (termasuk di dalamnya: hak beragama dan berkeyakinan), telah juga menyeretnya untuk mempolitisasi masalah-masalah agama dan mengintervensinya secara sistematis. Dalam hal ini agama kemudian tidak berdaya lagi dan harus tunduk pada kekuatan sistem di luar agama dan harus rela di subordinasikan di bawah komandonya, suatu kondisi yang 180 derajat berlawanan dengan kondisi sebelumnya dan seakan-akan manusia mulai lupa terhadap realitas agama.
Faktor Keilmuan atau Ilmiah
Pada hakikatnya terdapat banyak faktor keilmuan yang berkaitan dengan pembahasan ini. Namun yang memiliki kaitan langsung dengan timbulnya teori-teori pluralisme agama adalah maraknya studi-studi ilmiah modern terhadap agama-agama dunia, atau yang sering juga di kenal dengan studi perbandingan agama.
    Evolusi politik dan ekonomi teleh memberikan pengaruh yang sebanding terhadap evolusi sosial budaya begitu juga sebaliknya. Di antara keduanya terdapat hubungan implikatif dan timbal balik. Terlepas dari motifasi dan tujuan yang ada di baliknya kajian ini telah berkembang begitu cepat baik dalam metodologi maupun materinya, sehingga memungkinkannya untuk membuat penemuan-penemuan, tesis, teori, kesimpulan-kesimpulan dan pengayaan yang baru.
Dengan kata lain peran penting studi agama modern adalah sebagai supplier  par filosof agama dan teolog dengan pengetahuan – pengetahuan dan data – data lengkap yang dapat membantu peran dan tugas utama mereka, yakni memahami hakikat agama. Dari presentasi dan analisis ini dapat kita lihat pengaruh yang jelas dari kajian – kajian “ilmiah” perbandingan agama dalam perkembangan teori- teori pluralisme agama.
Akhirnya, sampai batas tertentu dapat disimpulkan, bahwa munculnya gagasan pluralismeagama modern dengan berbagai tren dan bentuknya, memberi gambaran fakta yang telanjangbbetapa besarnya usaha Barat yang liberal dan sekuler untuk menjadi dominandan hegemonik bahkan dalam pemikiran dan teologi keagamaan. Sekulerisme dan sekulerisme yang kini mendominasi peradaban Barat telah berhasil mengubah kristen untk menyebarluaskan gagasan pluralisme agama (apakah mereka sungguh – sungguh menerimanya atau tidak, perkara lain lagi). Bagi dunia Muslim sendiri, begitu desakan untuk menerila gagasan  pluralisme agama semakin terasa kuat, sesungguhpun semua hal yang menjadi basis gagasan itu tidak pernah ada dalam khazanah dan tradisi Islam, tetapi oleh sebagian pemikir Muslim gagasan itu dimakan dan disebarluaskan serta diaku – aku sebagai gagasan yang memiliki  legiminasi di dalm Islam. Lebih dari itu, dominasi dan hegemoni itu nampaknya sudah menjadi obsesi obsesi Barat. Obsesi itu nampak pada berbagai upaya yang dilakukan demi mensosialisasikan gagasan ini, bila perlu dengan tekanan politik, propaganda, ekonomi maupun militer terhadap negara – negara lainyang enggan menerapkan gagasan pluralisme. Terutama dalam kerangaka “New Wold Order” yang diusung khusunya Amerika Serikat  pada awal 90’an dari abad yang lalu.
 
C. Tujuan Pendidikan Pluralisme
Melalui pendidikan pluralisme kita diantarkan pada penciptaan perdamaian dan upaya menanggulangi konflik yang akhir-akhir ini marak baik di luar negeri maupun di Indonesia sendiri, sebab nilai dasar dari pendidikan pluralisme adalah penanaman dan pembumian nilai toleransi, empati, simpati, dan solidaritas sosial. Akan tetapi untuk merealisasikan tujuan pluralism seperti itu, perlu memperhatikan konsep unity in diversity dengan menanamkan kesadaran bahwa keragaman dalam hidup sebagai suatu kenyataan dan memerlukan kesadaran bahwa moralitas dan kebijakan bisa saja lahir (dan memang ada) dalam konstruk agama-agama lain. Tentu saja penanaman konsep seperti ini dengan tidak mempengaruhi kemurnian masing-masing agama yang diyakini kebenarannya oleh kita semua.
Tujuan pendidikan pluralisme adalah:
Bukan untuk membuat suatu kesamaan pandangan, apalagi keseragaman, melainkan mendapatkan titik-titik pertemuan yang dimungkinkan secara teologis oleh masing-masing agama, karena setiap agama mempunyai sisi ideal secara filosofis dan teologis. Oleh karena itu, suatu dialog dalam pendidikan pluralism harus selalu mengandalkan kerendahan hati untuk membandingkan konsep-konsep ideal yang dimiliki agama lain yang hendak di bandingkan, sehingga menuju kesadaran bahwa pluralism sungguh-sungguh fitrah kehidupan manusia.
Terkait dengan solidaritas antar agama, akan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam kehidupan manusia, baik beragama, bermasyarakat, dan berbangsa. Sebab sikap pluralism harus ditekankan dalam rangka membangun ketuhanannya dengan cara menghargai minoritas pemeluk agama tertentu dan memandang kemaslahatan di masa depan. Dalam hal ini dialog-dialog perlu dilakukan untuk menguatkan keharmonisan dan keberagaman umat manusia yang plural ini.
Memberikan perubahan paradigma dan pola pikir dalam menyikapi kemajemukan budaya dalam sistem pendidikan. Wawasan pluralisme, Inklusivisme, dan toleransi perlu diwujudkan dalam wujud nyata, kemudian melakukan reorientasi visi dan misi, serta rekontruksi penyelenggaraan pendidikan yang sejalan dengan wawasan pluralisme dan desentralisasi, serta menyusun kurikulum yang berpendekatan lintas budaya, dan merumuskan metode belajar mengajar alternative yang bertujuan menghasilkan warga masyarakat yang mempunyai sikap inklusif dan toleran terhadap kemajemukan masyarakat di sekelilingnya.
Mempelajari ide-ide baru bagi pengembangan pemikiran islam yang relevan dengan tantangan-tantangan kontemporer
Menyebarkan sikap-sikap religious yang didasarkan pada keterbukaan, nonsektarianisme, toleransi dan pencerahan pemikiran islam.
Membangun sistem pendidikan yang memberikan informasi mengenai persoalan-persoalan kontemporer kepada para pelajar dalam kalangan ilmu-ilmu tradisional dan pada saat yang sama memberikan pelatihan dalam ilmu-ilmu islam tradisional kepada para pelajar  dari kalangan ilmu-ilmu modern.
Menumbuhkan kesadaran islam melalui gerakan dakwah yang direncanakan dan disusun secara profesional.
Beberapa tujuan pluralisme diatas mungkin banyak berkaitan dengan keberagaman, toleransi, serta teologi agama. Kenapa demikian? Itu karena dalam pergaulan antar agama semakin hari semakin sering intens pertemuan agama-agama itu. Semakin berkembangnya iptek dan tatanan masyarakat yang semakin teratur sistem sosialnya, bukan tidak mungkin konsep pluralisme akan menjadi suatu ujung tombak rasa persatuan baik antar agama, sosial, politik, maupun budaya.
Selain hal diatas, tujuan pluralisme yang akan dibentuk secara khusus adalah dalam rangka menjawab, merespon, dan mengantisipasi persoalan-persoalan kerusuhan berbau SARA. Bentuk pendidikannya juga harus mencerminkan adanya pluralitas. Maksudnya, guru dan muridnya harus bersifat heterogen, tidak berkotak-kotak satu sama lain, sehingga orang-orang yang memiliki keberagaman budaya, agama, dan etnis dapat berinteraksi secara langsung dan memungkinkan untuk saling belajar dan memahami satu sama lain dalam satu komunitas pendidikan. Selanjutnya dalam proses pendidikannya berbagai pemikiran-pemikiran keagamaan dapat di kaji secara sistematik, konseptual, dan rasional dari sudut pandang berbagai disiplin keilmuan. Dan berupaya mengembangkan dialog atau sharing pemahaman dan pembelajaran iman baik pada agamanya sendiri maupun agama orang lain, serta mengembangkan misi untuk menciptakan perdamaian dan persaudaraan terutama dikalangan para pemeluk agama. Bentuk pluralisme semacam itu tentunya akan dapat dijadikan sebagai jawaban atau solusi alternative bagi pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat majemuk seperti Indonesia ini. Serta mampu mengantisipasi dan meminimalisir ketegangan dan pertikaian antar kelompok. Akhirnya mampu menentukan ke arah keselamatan Rahmatanlial-‘alamin menebarkan berkah bagi seluruh masyarakat. Akan tetapi, yang perlu diperhatikan adalah bentuk pendidikan multireligion seperti ini, akan menjadi suatu penyelesaian bila itu di jadikan sebagai pengetahuan, sehingga timbul kesadaran untuk saling mengerti perbedaan agamanya lebih jauh, maka tidak menghasilkan apapun. Sehingga selain mempelajari pengetahuan multireligion untuk menanamkan nilai universal dan solidaritas, yang harus dilakukan adalah mendalami agamanya masing-masing secara murni untuk mendekatkan diri dari Yang Maha Kuasa.
 
D. Cara penerapan pendidikan pluralisme
Dalam pendidikan, semua aspek kelembagaan dan proses belajar mengajarnya harus menerapkan sistem dan metode yang dapat menyembuhkan pluralisme serta mampu menggali sisi perdamaian dan toleransi. Oleh karenanya, di antara langkah yang di tempuh guru atau dosen, khususnya yang terkait dengan organisasi atau kegiatan pembelajaran di kelas adalah penentuan pendekatan dan metode. Hal tersebut merupakan elemen penting dalam proses belajar mengajar. Berhasil dan tidaknya suatu tujuan pendidikan tergantung pendekatan dan metode yang digunakannya. Tidak relevannya pendekatan dan metode yang di kembangkan dalam pembelajaran pendidikan agama berbasis pluralisme seperti ini perlu di perhatikan adanya beberapa pendekatan yang dapat di gunakan antara lain:
1    Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang baik, terutama sekali yang berhubungan dengan nilai seperti: tenggang rasa, toleransi, saling mengasihi, tolong menolong dll.
2    Rasional, pendekatan yang memfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai yang di tanamkan mudah di pahami dengan penalaran. Disisi lain pendekatan akademis cenderung menempatkan proses pendidikan agama pada orientasi objektif.
3    Emosional, upaya menggugah perasaan peserta didik dalam memahami realitas keanekaragaman budaya dan agama dalam masyarakat. Sehingga lebih terkesan dalam jiwa peserta didik untuk selalu menampilkan sikap tenggang rasa dan saling menghormati antara agama satu dengan yang lainnya.
4    Fungsional, memfungsikan ajaran masing-masing agama (termasuk agama islam) terutama tentang pentingnya menghargai perbedaan dengan menekankan segi manfaat dan hikmahnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dengan tingkat perkembangannya.
Untuk merealisasikan cita-cita pendidikan yang mencerdaskan seperti metode di atas  pertama kali yang harus di perhatikan oleh lembaga pendidikan islam adalah perlu menerapkan sistem pengajaran yang berorientasi pada penanaman kesadaran pluralisme dalam kehidupan. Selain itu, lembaga pendidikan islam harus mengerti adanya beberapa program pendidikan yang sangat strategis dalam menumbuhkan kesadaran pluralisme di antaranya adalah sebagai berikut:
a.    Pendidikan agama seperti fiqih, tafsir tidak bersifat linier namun menggunakan pendekatan secara menyeluruh. Ini menjadi sangat penting karena anak tidak hanya dibekali pengetahuan atau pemahaman tentang ketentuan hukum dalam fiqih atau makna ayat yang tunggal, namun juga di berikan pandangan yang berbeda. Tentunya bukan sekedar mengetahui yang berbeda, namun juga di berikan pengetahuan tentang mengapa bisa berbeda.
b.    Untuk mengembangkan kecerdasan sosial, siswa juga diberikan pendidikan lintas agama. Hal ini dapat dilakukan dengan program dialog antar agama yang perlu diselenggarakan oleh lembaga pendidikan islam. Sebagai contoh, dialog tentang “puasa” yang bisa menghadirkan para bikhsu atau agamawan dari agama lain. Program ini menjadi sangat strategis, khususnya untuk memberikan pemahaman kepada siswa bahwa ternyata puasa itu juga menjadi ajaran saudara-saudara kita yang beragama budha. Dengan dialog seperti ini, peserta didik diharapkan akan mempunyai pemahaman khususnya dalam menilai saudara-saudara kita yang berbeda agama. Karena memang pada kenyataannya “diluar islam pun ada keselamatan.
c.      Untuk memahami realita perbedaan dalam beragama , lembaga-lembaga pendidikan islam bukan hanya sekedar menyelenggarakan dialog antar agama, namun juga menyelenggarakan progam road show lintas agama. Progam road show lintas agama ini adalah progam nyata untuk menanamkan kepedulian dan solidaritas terhadap komunitas agama lain. Hal ini dengan cara mengirimkan siswa-siswa untukikut kerja bakti membersihkan gereja, pura, wihara ataupun tempat-tempat suci lainnya. Kesadaran pluralitas bukan sekedar hanya memahami keberbedaan, namun juga harus di tunjukkan dengan sikap konkrit bahwa diantara kita sekalipun berbeda keyakinan, namun saudara dan saling membantu antar sesama.
d.    Untuk menanamkan kesadaran spiritual, pendidikan islam perlu menyelenggarakan progam seperti spiritual work camp (SWC), hal ini bisa di lakukan dengan cara mengirimkan siswa untuk ikut dalam sebuah keluarga  selama beberapa hari, termasuk kemungkinan ikut pada keluarga yang berbeda agama. Siswa harus menyatu dalam keluarga tersebut. Ia juga harus melakukan aktivitas sebagaimana aktivitas keseharian dari keluarga tersebut. Jika keluarga tersebut petani, maka ia harus pulang membantu keluarga tersebut bertani dan sebagainya. Ini adalah suatu progam yang sangat strategis untuk meningkatkan kepekaan serta solidaritas sosial. Pelajaran penting lainnya, adalah siswa dapat belajar bagaimana memahami kehidupan yang beragam. Dengan demikian, siswa akan mempunyai kesadaran dan kepekaan untuk menghargai dan menghormati orang lain.
e.     Pada bulan ramadhan, adalah bulan yang sangat strategis untuk menumbuhkan kepekaan sosial pada anak didik.  Dengan menyelenggarakan “progam saur on the road”, misalnya. Karena dengan progam ini, dapat di rancang saur bersama antara siswa dengan anak-anak jalanan. Progam ini juga memberikan manfaat langsung kepada siswa untuk menumbuhkan sikap kepekaan sosial, terutama pada orang di sekitarnya yang kurang mampu.

KESIMPULAN
Definisi Pluralisme
 Secara etimologis, pluralisme agama, berasal dari dua kata yaitu “pluralisme” dan “agama”. Dalam bahasa arab diterjemahkan “al-ta’addudiyyah al-diniyyah” dan dalam bahasa inggris “religious pluralism”. Oleh karena istilah pluralisme agama ini berasal dari bahasa inggris , maka untuk mendefinisikannya secara akurat harus merujuk kepada kamus bahasa tersebut.Pluralisme berasal dari dua kata Plural dan Isme.Plural berarti jamak dan isme berarti paham. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa arti plural adalah jamak: lebih dari satu, pluralis bersifat jamak. Pluralisme hal menngatakan banyak atau tidak satu. Pluralisme kebudayaan berbagai kebudayaan yang berbeda di suatu masyarakat. Dengan demikian pluralisme adalah memahami dan menyadari suatu kenyataan tentang adanya kemajemukan.
Latar Belakang Munculnya Pluralisme
Sebab-sebab lahirnya teori pluralisme banyak dan beragam, Namun secara umum dapat diklasifikasikan dalam dua faktor utama yaitu faktor internal (ideologis) dan faktor eksternal.
Faktor ideologis (internal)
Keyakinan seseorang yang serba mutlak dan absolut dalam apa yang di yakini dan di imaninnya itu paling benar adalah alami belaka. Keyakinan akan absolutisme dan kemutlakan ini berlaku dalam hal akidah dan ideologi (baik yang berasal dari wahyu allah dan sumber lainnya).
Faktor Eksternal
Di samping faktor-faktor internal tersebut di atas tadi, terdapat juga dua faktor eksternal yang kuat dan mempuyai peran kunci dalam menciptakan iklim yang kondusif dan lahan yang subur bagi tumbuh berkembangnya teori pluralisme. Kedua faktor tersebut adalah faktor sosio-politis dan faktor ilmiah.
Tujuan Pendidikan Pluralisme
Bukan untuk membuat suatu kesamaan pandangan, apalagi keseragaman, melainkan mendapatkan titik-titik pertemuan yang dimungkinkan secara teologis oleh masing-masing agama.
Terkait dengan solidaritas antar agama, akan menciptakan kerjasama yang harmonis dalam kehidupan manusia.
Memberikan perubahan paradigma dan pola pikir dalam menyikapi kemajemukan budaya dalam sistem pendidikan.
Mempelajari ide-ide baru bagi pengembangan pemikiran islam yang relevan dengan tantangan-tantangan kontemporer
Menyebarkan sikap-sikap religious yang didasarkan pada keterbukaan, nonsektarianisme, toleransi dan pencerahan pemikiran islam.
Membangun sistem pendidikan yang memberikan informasi mengenai persoalan-persoalan kontemporer kepada para pelajar dalam kalangan ilmu-ilmu tradisional dan pada saat yang sama memberikan pelatihan dalam ilmu-ilmu islam tradisional kepada para pelajar  dari kalangan ilmu-ilmu modern.
Menumbuhkan kesadaran islam melalui gerakan dakwah yang direncanakan dan disusun secara profesional.
Cara Penerapan Pendidikan Pluralisme
Penerapan pendidikan pluralisme yang berbasis pada pendidikan agama pada khususnya, dapat melalui beberapa metode, sehimgga terjadi sistem pembelajaran yang efektif dan tercapai secara menyeluruh tujuan pendidikan pluralisme tersebut. Metode tersebut antara lain:
Pembiasaan, melaksanakan pembelajaran dengan membiasakan sikap dan perilaku yang baik, terutama sekali yang berhubungan dengan nilai.
Rasional, pendekatan yang mengfungsikan rasio peserta didik, sehingga isi dan nilai yang di tanamkan mudah di pahami dengan penalaran.
Emosional, upaya menggugah perasaan peserta didik dalam memahami realitas keanekaragaman budaya dan agama dalam masyarakat.
Fungsional, memfungsikan ajaran masing-masing agama (termasuk agama islam) terutama tentang pentingnya menghargai perbedaan dengan menekankan segi manfaat dan hikmahnya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari dengan tingkat perkembangannya.

PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sajikan, tentu saran dan kritik dari pembaca sangat kami butuhkan demi perbaikan pembuatan makalah kami selanjutnya. Untuk itu kami sampaikan terima kasih.










DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin Studi Agama, Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 2004

Ma’arif, Syamsul, The Beauty Of Islam Dalam Cinta dan Pendidikan Pluralisme, Semarang: Need’s Press, 2008

Malik T, Anis, Tren Pluralisme Agama,Jakarta:Perspektif,2005

Munawar-Rachman, Budhy, Islam Pluralis, Jakarta: Pramadina, 2001

Putra Daulay, Haidar, Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004

Raqib, Moh., Ilmu Pendidikan Islam, Yogyakarta; LKiS, 2009

Rembangy, Musthofa, Pendidikan Transformatif, Yogyakarta: Sukses Offset, 2008

Saerozi, M.,  Agama Dalam era Pluralisme, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004

Sumartana, Pluralisme Konflik dan Pendidikan Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Wahid, Abdul,  Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, Semarang: Need’s Press, 2008

1 komentar:

  1. Casino Roll: Slots, Jackpots & Table Games | Online
    We are a casino site offering 슬롯 머신 free 포커 규칙 and instant play slots, 마이크로 게이밍 blackjack, roulette, and 스포츠분석 much more. No 배팅 download, no login required.

    BalasHapus