Nama : Miftahuddin Nim/Jurusan : 073111105/PAI |
I. Latar Belakang Masalah Secara historis, pesantren yang identik dengan makna keislaman serta pengusung paham indigenous di Indonesia merupakan lembaga pendidikan pertama sebelum datangnya sistem pendidikan kolonial. Bahkan ada sebuah pendapat menyatakan keberadaan pesantren sudah ada sejak zaman kekuasaan Hindu-Budha. Secara umum, tujuan pendidikan pesantren adalah membentuk manusia yang memiliki kesadaran yang tinggi bahwa ajaran Islam bersifat komprehensif. Dengan begitu produk yang dihasilkan oleh pesantren akan dapat memiliki kemampuan yang tinggi dalam merespons tantangan dan tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu, dalam ranah nasional maupun internasional. Dalam kurun yang begitu lama sampai saat ini dan dihadapkan secara langsung berbagai kompetisi dengan sistem pendidikan yang ada, tentu saja harus sadar bahwa penggiatan diri yang hanya berorientasi pada wilayah keagamaan tidak lagi memadai. Maka pesantren harus proaktif dan memberikan ruang bagi pembenahan dan pembaharuan sistem pendidikan pesantren dengan senantiasa harus selalu apresiatif sekaligus selektif dalam menyikapi dan merespons perkembangan budaya yang kian menggejala. Hal ini bisa dijadikan pertimbangan bagaimana seharusnya pesantren mensiasati fenomena tersebut. Pemikiran mengenai keilmuwan pesantren memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan pesantren itu sendiri. Akhir-akhir ini pesantren menjadi sasaran kritik, terutama mulai menggejala pada awal abad ke-20. Ini merupakan akibat dari respon pesantren itu sendiri yang variatif dalam menghadapi perkembangan yang ada. Dapat disinyalir, variasi respon tersebut diamati dari mulai penolakan dan konfrontasi hingga kekaguman dan peniruan naif terhadap pola pendidikan Barat. Hingga pada pada akhirnya menjadikan sistem pesantrennya mengikuti pola modern sesuai dengan tututan keilmuan barat. Ini artinya pesantren terpengaruh kuatnya label dan simbol-simbol pendidikan. Namun, meskipun begitu tidak sedikit pesantren yang tetap pada pola lamanya dengan menolak segala hal yang berbau Barat. Bertahannya pesantren-pesantren dengan sistem salaf, misalnya, dapat dijadikan contoh penelitian ini. Pada fenomena yang lain, juga muncul sejumlah pesantren yang mempunyai keunikan tersendiri. Respon yang ia tunjukkkan ditengah-tengah antara menolak dan mengikuti pola-pola terbaru. Atas pilihannya, para peneliti menamakannya sebagai pesantren yang berjargon al-muhafadzah ‘ala al-qadim al-shalih wal-akhdzu bi al-jadid al-ashlah. Pesantren ini dalam pemikirannya sangat selektif mengadaptasi pola-pola modern yang bisa mendukung kelanggengan pendidikan pesantren yang sudah terbina sejak dulu. Oleh karena itu, pembagian pemikiran menurut corak dan ideologinya masing-masing ini peneliti menamakannya sebagai tipologi. Pembagian pola-pola di atas hanya sekedar sebagai contoh yang sudah ada pada banyak buku yang membahas tentang pesantren. Namun, dalam pengertian ini tidak dipungkiri terdapat pesantren yang memiliki pola-pola lain selain di atas. Dengan pemilihan lokasi penelitian di Kudus yang memiliki puluhan bahkan ratusan pondok pesantren, peneliti mencurahkan harapan besar terdapat pola baru pada pesantren-pesantren di Kudus tersebut. Tipologi sering diartikan sebagai ilmu watak golongan-golongan menurut tipe, corak watak masing-masing. Sementara pemikiran sering pula diartikan sebagai produk pikir yang dihasilkan secara sadar dan tegas. Sedangkan pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam tertua di Indonesia yang di pimpin oleh seorang kyai dalam menajga tradisi keilmuwan pesantren dari leluhurnya. Dan pendidikan islam sendiri dinyatakan sebagai sebuah sistem yang diupayakan untuk meningkatkan kwalitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan menurut islam. Jadi, tipologi pemikiran pondok pesantren adalah kajian tipe-tipe watak golongan yang secara sadar dan tegas di jalankan oleh sebuah pesantren dalam menjaga keilmuwan pesantren yang ada yang bertujuan untuk meningkatkan kwalitas hidup manusia. Secara normatif, tipologi ini berafiliasi terhadap term pembaharuan. Pada penelitian ini dikaitkan dengan pembaharuan pendidikan islam. Artinya, dari sebuah pemikiran dimaksudkan untuk membuat perubahan di masyarakat, baik dari segi sosial maupun aksi dalam menciptakan kebudayaan-kebudayaan religius berbangsa dan bernegara. Sehingga para kyai yang menjadi tokoh pesantren mampu menjadi uswatun hasanah dan central figur dalam memelopori pendidikan islam di indonesia. Kudus menurut peneliti mempunyai banyak khasanah intelektual keislaman. Banyak peneliti menyebut kota ini kental akan dimensi sosialnya dan kaya akan kebudayaannya. Maka tidak heran, puluhan bahkan ratusan lembaga pendidikan islam yang berkembang dan survive sampai saat ini. Namun, begitu juga tak mungkin dihindari perhelatan dan pertautan pemikiran pesantren satu ke pesantren lainnya. Oleh karena itu, sangat penting jika pola dan corak pemikiran, serta arah pendidikan tersebut dicermati lebih seksama dalam sebuah penelitian yang tujuannya membingkai pola pemikiran pesantren tersebut. Terlebih diklasifikasikan menurut kajian keilmuannya dengan harapan agar dapat mempermudah cara pemahaman dalam mengkajinya. |
II. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kondisi objektif pondok pesantren di Kudus? 2. Bagaimana eksistensi pembaharuan pendidikan islam di Kudus? |
III. Judul Skripsi TIPOLOGI PONDOK PESANTREN DALAM KONSTALASI PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM (STUDI PADA PESANTREN-PESANTREN DI KOTA KUDUS |
Pembimbing I : Drs. H. Fatah Syukur, M.Ag Pembimbing II : Syamsul Ma’arif, M.Ag |
Kamis, 03 Februari 2011
Usulan Judul Penelitian Pesantren
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar