Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif

Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif
LOGO KSC
Tampilkan postingan dengan label Pemikiran Pendidikan Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pemikiran Pendidikan Islam. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 26 Februari 2011

Pendidikan Isam dan Tantangan Kompleksitas Budaya Global


 Oleh Miftahuddin
Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan ilmu pengetahuan selalu diikuti dengan kemajuan teknologi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penemuan dalam bidang teknologi guna memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia melibatkan Negara-negara lain. Dalam banyak proyek pengembangan ilmu pengetahuan seperti penelitian-penelitian, beasiswa, dan institusi pendidikan, Negara-negara lain banyak terlibat baik dari segi pembiayaan maupun segi pengadaan fasilitas.
Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.

B. Batasan Penulisan
Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa pengertian Modernisasi?
2. Apa pengertian globalisasi?
3. Apa gejala modernisasi dan globalisasi di Indonesia?
4. Apa dampak modernisasi dan globalisasi di Indonesia?
5. Apa tantangan masa depan?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari Penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
1. Bagaimana pengertian Modernisasi
2. Bagaimana pengertian globalisasi
3. Bagaimana gejala modernisasi dan globalisasi di indonesia
4. Bagaimana dampak modernisasi dan globalisasi di indonesia
5. Bagaimana tantangan masa depan

D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan untuk penyusunan makalah ini adalah metode pustaka, yaitu penulis mengambil data-data dari beberapa sumber seperti buku dan internet.



BAB II
PEMBAHASAN

A. MODERNISASI
1. Pengertian Modernisasi
Arti kata modernisasi dengan kata dasar modern berasal dari bahasa Latin modernus yang dibentuk dari kata modo dan ernus. Modo berarti cara dan ernus menunjuk pada adanya periode waktu masa kini. Modernisasi berarti proses menuju masa kini atau proses menuju masyarakat yang modern. Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.

2. Ciri Manusia Modern
Modernisasi dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu yang mempunyai sikap modern, menurut Alex Inkeles, terdapat 9 ciri manusia modern. Ciri-ciri itu sebagai berikut:
1) Memiliki sikap hidup yang menerima hal-hal yang baru dan terbuka untuk perubahan.
2) Memiliki keberanian untuk menyatakan pendapat atau opini mengenai lingkungannya sendiri atau kejadian yang terjadi jauh di luar lingkungannya serta dapat bersikap demokratis.
3) Menghargai waktu dan lebih banyak berorientasi ke masa depan daripada masa lalu.
4) Memiliki perencanaan dan pengorganisasian.
5) Percaya diri.
6) Perhitungan.
7) Menghargai harkat hidup manusia lain.
8) Percaya pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
9) Menunjung tinggi suatu sikap di mana imbalan yang diterima seseorang haruslah sesuai dengan prestasinya dalam masyarakat.
3. Syarat-Syarat Modernisasi
Selain dorongan modernisasi, terdapat pula syarat-syarat modernisasi. Menurut Sarjono Soekanto, syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut :
1) Cara berpikir ilmiah (scientific thinking) yang sudah melembaga dan tertanam kuat dalam kalangan pemerintah maupun masyarakat luas.
2) Sistem administrasi Negara yang baik dan benar-benar mewujudkan birokrasi.
3) Sistem pengumpulan data yang baik, teratur, dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu seperti BPS (Badan Pusat Statistik).
4) Penciptaan iklim yang menyenangkan (favourable) terhadap modernisasi terutama media massa.
5) Tingkat organisasi yang tinggi, terutama disiplin diri.
6) Sentralisasi wewenang dalam perencanaan social (social planning) yang tidak mementingkan kepentingan pribadi atau golongan.

4. Sikap Mental Manusia Modern
Selain syarat-syarat di atas, agar modernisasi berjalan lancar perlu dukungan kebudayaan masyarakat. Kebudayaan suatu masyarakat dapat menjadi pendorong sekaligus penghambat proses modernisasi.. karena itu, sikap mental dan nilai budaya suatu masyarakat sangat menentukan diterima atau ditolaknya suatu perubahan atau modernisasi. Sikap mental yang dapat menjadi pendorong proses modernisasi antara lain adalah rajin, tepat waktu, dan berani mengambil resiko.

5. Gejala-Gejala Modernisasi
Gejala-gejala modernisasi dapat ditinjau dari berbagai bidang modernisasi kehidupan manusia berikut ini.
1) Bidang budaya, ditandai dengan semakin terdesaknya budaya tradisional oleh masuknya pengaruh budaya dari luar, sehingga budaya asli semakin pudar.
2) Bidang politik, ditandai dengan semakin banyaknya Negara yang lepas dari penjajahan, munculnya Negara-negara yang baru merdeka, tumbuhnya Negara-negara demokrasi, lahirnya lembaga-lembaga politik, dan semakin diakuinya hak-hak asasi manusia.
3) Bidang ekonomi, ditandai dengan semakin kompleksnya kebutuhan manusia akan barang-barang dan jasa sehingga sektor industri dibangun secara besar-besaran untuk memproduksi barang.
4) Bidang sosial, ditandai dengan semakin banyaknya kelompok baru dalam masyarakat, seperti kelompok buruh, kaum intelektual, kelompok manajer, dan kelompok ekonomi kelas (kelas menengah dan kelas atas).

B. GLOBALISASI
1. Pengertian Globalisasi
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.
Cochrane dan Pain berpendapat bahwa sebuah globalisasi, yakni munculnya sebuah sistem ekonomi dan budaya global yang membuat manusia di seluruh dunia menjadi sebuah masyarakat tunggal yang global. Sedangkan Cohen dan Kennedy berpendapat bahawa globalisasi adalah “seperangkat transformasi yang saling memperkuat” dunia, yang meliputi hal-hal berikut.
1) Perubahan dalam konsep ruang dan waktu
2) Pasar dan produksi ekonomi di Negara-negara yang berbeda.
3) Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa.
4) Meningkatnya masalah bersama, misalnya:
a. Ekonomi
b. Lingkungan
c. Permasalahan lazim lainnya termasuk kesehatan dunia
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah “dunia yang terus berubah tanpa terkendali” yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi.
Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai “zaman transformasi sosial”. Setiap beberapa ratus tahun dalam sejarah manusia, transformasi hebat terjadi. Dalam beberapa dekade saja, masyarakat telah berubah kembali baik dalam pandangan mengenai dunia, nilai-nilai dasar, struktur politik dan sosial, maupun seni. Lima puluh tahun kemudian, muncullah sebuah dunia baru.
Rosabeth Moss Kanter menganalogikan globalisasi seperti sebuah pusat perbelanjaan global. Dunia menjadi sebuah pusat perbelanjaan global dalam gagasan dan produksinya tersedia di setiap tempat pada saat yang sama.
Meskipun demikian, sebagai mahasiswa, kita perlu hati-hati dalam menggunakan istilah globalisasi sebagaimana diindikasikan oleh Wiseman: “Globalisasi adalah kata yang paling rumit yang ada di akhir abad ke-20 karena kata ini memiliki beragam arti dan dapat dipakai dalam berbagai hal”.

2. Proses Terjadinya Globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini dapat dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi antarbangsa di dunia telah ada selama berabad-abad. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 SM.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum Muslim di Asia dan Afrika.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa, Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika Perang Dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme sekan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara-negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas.

C. GEJALA MODERNISASI DAN GLOBALISASI DI INDONESIA
1. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kemajuan ilmu pengetahuan selalu diikuti dengan kemajuan teknologi. Hal ini terbukti dengan banyaknya penemuan dalam bidang teknologi guna memenuhi kebutuhan hidup manusia dalam melakukan berbagai aktivitas sehari-hari.
Contohnya :
1) Penemuan telepon sebagai alat telekomunikasi
2) Penemuan alat transportasi
3) Penemuan peralatan kantor
Contoh-contoh diatas hanya sebagian kecil dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia melibatkan Negara-negara lain. Dalam banyak proyek pengembangan ilmu pengetahuan seperti penelitian-penelitian, beasiswa, dan institusi pendidikan, Negara-negara lain banyak terlibat baik dari segi pembiayaan maupun segi pengadaan fasilitas.

2. Bidang Ekonomi
Upaya-upaya agar kehidupan ekonomi dapat mendukung modernisasi antara lain adalah sebagai berikut.
1) Mengembangkan persaingan
2) Memberdayakan pengusaha kecil
3) Mengembangkan hubungan kemitraan
Adapun sasaran yang ingin dicapai dalam modernisasi ekonomi adalah sebagai berikut.
1) Meningkatnya taraf hidup.
2) Terlepas dari ketergantungan terhadap orang lain.
3) Peningkatan produksi barang-barang industri dan jasa

3. Bidang Politik
Di Indonesia, modernisasi politik mengalami perkembangan pasang surut. Perkembangan itu dimulai dengan bentuk Demokrasi Liberal, Demokrasi Terpimpin, dan Demokrasi Pancasila.
Keberhasilan pembangunan politik semakin memantapkan tatanan kehidupan politik dan kenegaraan yang berdasarkan demokrasi Pancasila, memantapkan perkembangan organisasi sosial kesadaran berpolitik rakyat. Namun, pendidikan politik pun harus lebih ditingkatkan agar rakyat makin sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara.

4. Bidang Agama
Masyarakat Indonesia sering dikatakan sebagai masyarakat yang religius karena warga masyarakatnya hidup dengan berpedoman pada kaidah-kaidah agama yang dijamin dan dikuatkan dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2 (Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agama dan kepercayaannya). Sebagai masyarakat yang religius, modernisasi dalam kehidupan beragama sangat perlu. Modernisasi itu mencakup modernisasi secara fisik dan non-fisik, sehingga akan terdapat keseimbangan dalam membangun kehidupan di dunia dan di akhirat.

D. DAMPAK MODERNISASI DAN GLOBALISASI DI INDONESIA
1. Urbanisasi
Modernisasi dan globalisasi melahirkan kembali industrialisasi dalam bentuk yang lebih maju dalam hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Urbanisasi adalah proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dari pekerjaan pertanian di desa ke pekerjaan industri di kota.
Beberapa penyebab terjadinya urbanisasi adalah adanya daya tarik tertentu di kota seperti:
1) Daya tarik ekonomi
2) Daya tarik sosial
3) Daya tarik pendidikan
4) Daya tarik budaya
Dengan adanya urbanisasi, penduduk kota semakin bertambah. Dengan begitu, timbullah permasalahan baru baik di kota maupun di desa, antara lain sebagai berikut.
1) Semakin berkurangnya penduduk desa
2) Banyak sawah yang terbengkalai
3) Hasil panen menurun
4) Tingkat kesejahteraan masyarakat menurun
5) Muncul pengangguran di kota
6) Kriminalitas dan perilaku menyimpang lainnya meningkat di kota.

2. Kesenjangan Sosial Ekonomi
Faktor-faktor yang menyebabkan kesenjangan ekonomi antara lain sebagai berikut;
1) Menurunnya pendapatan per kapita
2) Ketidakmerataan pembangunan antardaerah
3) Rendahnya mobilitas sosial

3. Pencemaran Lingkungan Alam
Pencemaran lingkungan hidup memiliki andil yang besar terhadap rusaknya lingkungan, seperti tanah, udara, air, lingkungan tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Keadaan demikian akan menimbulkan bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, erosi/abrasi pantai, hujan asam, polusi udara, dan pemanasan global.

4. Kriminalitas
Salah satu dampak modernisasi dan pembangunan adalah meningkatnya kriminalitas atau tindak kejahatan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Pembangunan atau modernisasi yang dilakukan Negara sedang berkembang, seperti Indonesia ini seringkali memunculkan masalah-masalah sosial seperti berikut.
1) Menipisnya rasa kekeluargaan
2) Meningkatnya sikap individualistis
3) Meningkatnya tingkat persaingan
4) Meningkatnya pola hidup konsumtif
Globalisasi juga menghadirkan kesempatan untuk melakukan kejahatan lintas wilayah yang diperkirakan mencapai 500 milliar dollar per tahun. Kegiatan kejahatan internasional mencakup perdagangan manusia, pemalsuan komputer, perdagangan senjata secara illegal, penyelundupan, pembajakan hak cipta, dan perdagangan obat-obatan.

5. Lunturnya Eksistensi Jati Diri Bangsa
Globalisasi yang ditandai dengan semakin kaburnya sekat-sekat antarnegara tentu berdampak pada eksistensi jati diri bangsa itu sendiri. Kita ambil beberapa contoh.
1) Berkembangnya internet menyebabkan arus informasi dapat dinikmati oleh seluruh warga dunia dengan mudah tanpa dapat dikontrol oleh negaranya.
2) Di bidang ekonomi, masuknya perusahaan-perusahaan multinasional telah mematikan perusahaan dan usaha-usaha masyarakat.
Apa yang ditampilkan di atas adalah sebagian kecil dari dampak globalisasi yang telah menggugat eksisteni Negara. Namun paling tidak, contoh-contoh di atas memperlihatkan bahwa di tengah kegemerlapan kemajuan yang ditawarkan globalisasi, hal itu juga melahirkan dan menyisakan berbagai kepedihan. Kesejahteraan bersama dan keadilan global yang ditawarkan globalisasi ternyata tidak sepenuhnya terwujud.

E. TANTANGAN MASA DEPAN
Dampak modernisasi dan globalisasi yang terjadi dalam masyarakat, tentu saja juga akan berpengaruh pada kita sebagai anggota masyarakat dan lebih luas sebagai bangsa Indonesia. Modernisasi dan globalisasi merupakan tantangan bagi masa depan bangsa kita.
1. Robertson mencatat bahwa sebenarnya apa yang kita pilih dari hal-hal yang bersifat global hanyalah apa-apa yang menyenangkan kita dan kemudian mengubahnya sehingga hal tersebut beradaptasi dan sesuai dengan budaya dan kebutuhan lokal.
2. Kita dapat mencampur unsur-unsur global untuk menghasilkan penemuan baru dari hasil penggabungan itu misalnya, beberapa musik dunia mencampurkan beat tarian Barat dengan gaya tradisional dari Afrika Utara dan Asia.
3. Komunikasi global berarti bahwa sekarang sulit bagi orang untuk tidak memikirkan dengan sungguh-sungguh kejadian-kejadian di dunia, semacam itu turut bertangung jawab terhadap peningkatan gerakan anti globalisasi terutama di kalangan anak muda.
4. Pengetahuan kita tentang hal-hal global dapat meninggikan kesadaran dan kesetiaan kita terhadap hal-hal lokal.
5. beberapa kelompok religius dan etnik berusaha mencegah terjadinya globalisasi.



BAB III
KESIMPULAN

Modernisasi dapat pula berarti perubahan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat yang modern. Jadi, modernisasi merupakan suatu proses perubahan di mana masyarakat yang sedang memperbaharui dirinya berusaha mendapatkan ciri-ciri atau karakteristik yang dimiliki masyarakat modern.
Modernisasi dapat terwujud apabila masyarakatnya memiliki individu yang mempunyai sikap modern
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya popular, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain.
Beberapa dampak dari morednisasi dan globalisasi di Indonesia:
1. Urbanisasi
2. Kesenjangan Sosial Ekonomi
3. Pencemaran Lingkungan Alam
4. Kriminalitas
5. Lunturnya Eksistensi Jati Diri Bangsa




DAFTAR PUSTAKA


Hengky, Wila. 1982. Pengantar Sosiologi, Surabaya. Usaha Nasional
Shadily, Hasan. 1963. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta, PT. Pembangunan
Susanto, Phil Astrid S. 1999. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sisoal. Jakarta. Putra A. Bardin

Miftahuddin : Otonomi Pendidikan di Indonesia


I.       PENDAHULUAN

Sebagaimana telah diketahui, bahwa otonomi daerah telah diberlakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia tentang otonomi daerah. Nuansa baru itu antara lain berkembangnya pemikiran untuk melaksanakan desentralisasi pengelolaan pendidikan sejalan dengan otonomi daerah.
 Selain itu juga otonomi daerah telah membawa nuansa baru dalam pengelolaan pendidikan di indonesia, sekolah sebagai persatua n pendidikan formal yang berstruktur dan berjenjang pendidikan dasar dari menengah totalitas dan komponen-komponenny telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga perlu dikelola secara tertib dan efisien melalui suatu manajemen yang baik, akan tetapi dalam pengelolaan secara penuh segala sesuatu dirancang secara bertahap dengan kesiapan dan ketersediaan pemenuhapersyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian otonomi daerah membawa konsuensi logis pada otonomi pendidikan di daerah, khususnya dalam hal reorientasi visi dan misi pendidikan.
Dengan menyadari pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan kenyataan yang ada, maka dalam rangka menyongsong otonomi pendidikan sebagai optimalisasi potensi daerah dibutuhkan kesiapan masing-masing daerah agar dapat mengoptimalisasikan potensi-ptensi yang ada di daerah itu.

II.    RUMUSAN MASALAH

A.    Konsep Otonomi Pendidikan
B.     Otonomi Pendidikan Sebagai Optimalisasi Potensi Daerah
C.     Prinsip-Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan
D.    Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan

III. PEMBAHASAN

A.    Konsep Otonomi Pendidikan

Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.[1]
Otonomi peendidikan menurut UU sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pada bagian ketiga hak dan kewajiban masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat hak dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah pasal 11 ayat 2 “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7-15 tahun.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosifi, tujuan, format dan isi pendidikan serta menejemen pendidikan itu sendiri. Impikasi dari semua itu adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidkan yang jelas dan jauh kedepan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang tren perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh masyarakat yang lebih baik kedepannya serta merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa indonesia yang bineka tunggal ika .
Untuk itu kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tetang kondisi daerah, sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.[2]

B.     Otonomi Pendidikan sebagai Optimalisasi Potensi Daerah

UUD tahun 45  menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pemerintah menyusun dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur oleh negara. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelanggaraan pendidikan nasional. Dengan adanya UU otonomi daerah no. 22 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU no 32 tahun 2004 telah terjadi perubahan sistem pemerintahan yang sentrallistik menjadi desentralistik, dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk  mengatur dan mengurus sistem pemerintahannya sendiri guna menyejahtarakan masyarakat di daerahnya.[3]
Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 12 ayat 1 UU no 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan.
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan  untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang digariskan pemerintah.[4]
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan daerah-daerah diseluruh indonesia, terutama yang berkaitan langsung dengan SDM dan SDA masing-masing daerah dalam upaya menggali dan mengoptimalkan potensi-potensi masyarakat yang selama ini masih terpendam. Begitu juga adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaannya sebagai pendidikan dasar. Untuk itu perlu adanya lembag non struktural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan daerah tersebut.
Di era otonomi ini, sudah saatnya kita berpikir kritis untuk membangun sebuah masyarakat yang berpendidikan, humanis, demokratis dan berperadaban. Agar masyarakat selama ini dimarjinalkan dalam lubang berpikir yang ortodoks tidak lagi ada dalam bangunan dan tatanan masyarakat dinamis dan progesif. Maka bila hal ini bisa terwujud, masyarakat juga akan merasa bangga dengan dirinya sendiri dan pada nantinya akan respek terhadap kemajuan dan pekembangan yang terjadi dalam lingkungan sosial maupun pendidikan. Karena masyarakat telah diberikan penghargaan yang tinggi sebagai mahluk sosial dan sebagai hamba Tuhan. Sehingga pendidikan masyarakat yang mencakup seluruh komponen masyarakat dan sekolah itu dapat berjalan dengan sinergis, beriringan dan selaras sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Selain itu juga di era otonomi ini, masyarakat perlu diberikan kepercayaan untuk ikut serta dalam pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan,tidak hanya sekedar sebagai penyumbang atau penambah dana bagi sekolah yang terlambangkan dalam BP3. Dengan kata lain ketidak seimbangan dan ketimpangan antara hak dan kewajiban anggota BP3 yang terdiri dari masyarakat atau orang tua peserta didik harus tiadakan. Karena hal itu telah menjadikan lembaga yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat tidak ada fungsinya lagi (disfuction), untuk itu ketika otonomisasi telah digalakkan maka sudah saatnya masyarakat diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di sekolah dalam berbagai hal. Tetapi tidak hanya sekedar sebagai formalitas saja dalam arti masyarakat dalam musyawarah nantinya sekedar menjadi objek saja atau sebagai pendengar, tetapi harus benar-benar dilibatkan secara langsung, namun peran serta masyarakat juga terbatas pada lingkup tartentu dengan diikutsertakan masyarakat dalam pendidikan akan lebih efektif kerena secara langsung dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.
Berkaitan dengan implementasinya otonomi pendidikan, maka sudah tentunya peran dari lembaga pendidikan sebagai pusat pengetahuan, IPTEK ,dan budaya menjadi lebih penting serta stategis. Hal itu dilakukan dalam rangka pemberdayaan daerah, untuk mempertegas otonomi yang sedang berjalan.[5]

C.    Prinsip-Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan

Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program mutu pendidikan di antaranya sebagai berikut.
1.      Peningkatan mutu pendidikan menurut kepemimpinan profesional dalam bidang pendidikan. Menejemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan oleh para profesionikan pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita.
2.      Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi “ Kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada.
3.      Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan kepercayaan lama harus diubah. Sekolah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumber yang terbatas. Para profesional pendidikan harus membantu para siwa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global.
4.      Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator, guru, staf, pengawas, dan pimpinan kantor Diknas mengembangkan sikap yang terputus pada  kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas, dan rekognisi. Uang tidak menjadi penentu dalam peningkatan mutu.
5.      Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan. Jika semua guru dan staf sekolah telah memiliki komitmen pada perubahan, pimpinan dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efesiensi, Produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan.
6.      Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global. Ketakutan terhadap perubahan,atau takut melakukan perubahan akan mengakibatkan ketidaktahuan bagaimana mengatasi tuntutan-tuntutan baru.
7.      Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan, tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan. Budaya, lingkungan, dan proses kerja setiap organisasi berbeda.Para profesional pendidikan harus dibekali oleh program yang khusus dirancang untuk menunjang pendidikan.
8.      Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pegukuran. Dengan menggunakan sistem pengukuran memungkinkan para profesional pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanan program peningkatan mutu pendidikan, baik terhadap siswa, orang tua maupun masyarakat.
9.      Masyarakat dan menejemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan menggunakan “program singkat”, peningkatan dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program-program singkat.[6]

D.    Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan

Pembagian kewenangan dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, memberikan fokus bahwa pelaksanaan otonomi daerah adalah didaerah kabupaten dan daerah kota. Dalam situasi yang demikian ini, baik dari segi kewenangan maupun sumber pembiayaan dibidang pendidikan, daerah kabupaten atau kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya. Sementara itu koordinasi dan singkronisai program pendidikan perlu di tingkatkan agar mampu menghindari ego kewilayahan. Untuk itu pelaksanaan desentralisasi pendidikan, menjadi penting kiranya kita mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaannya,[7] dan diantara masalah itu adalah:
1.      Kepentingan Nasional
Salah satu tujuan nasional yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 45, yaitu “ Mencerdaskan kehidupan bangsa” . Untuk mencapai hal tersebut pasal-pasal dalam UUD 1945 dengan segala amandemennya menegaskan demokratisai dan pemenuhan hak-hak dasar bagi semua warga negara untuk memperoleh pendidikan. Kemungkinan yang terjadi adalah bagaimana dengan masing-masing daerah kabupaten atau kota, yang potensi sumber pembiyayaannya berbeda, dapatkah menjamin agar tiap warga negara memperoleh hak pendidikan tersebut. Hal lain yang berkaitan  dengan kepentingan nasional adalah bagaimana melalui pendidikan dapat tetap dikembangkan dalam satu kesatuan arah dan tujuan.[8]
2.      Peningkatan mutu
Salah satu dasar pemikiran yang melandasi lahirnya UU no 22 tahu 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan baik eksternal maupun internal khususnya menghadapi tantangan persaingan global dan persaingan pasar bebas. Ada tiga kemampuan dasar yang diperlukan agar masyarakat indonesia dapat ikut dalam persaingan global, yaitu kemampuan menejemen, teknologi dan kualitas SDM yang semua itu dapat dicapai melalui pendidikan yang bermutu. Mutu yang dimaksud disini bukan hanya yang memenuhi standar nasional tetapi juga internasional. Persoalannya adalah dengan adanya otonomi pelaksanaan pendidikan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota yang kualitas sumberdaya,prasarana dan kemampuan pembiayaannya bagi masyarakat akankah dapat menghasilkan mutu yang dibawah atau diatas standar?
3.      Efisiensi Pengelolaan
Guna memacu peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dalam kondisi keterbatasan sumber dana yang kemudian dibagi-bagi pada daerah otonomi, pelaksanakanotonomi daerah juga diharapkan dapat meningkatkan efesiensi pengelolaan (tecnical efficiency) maupun efisiensi dalam mengelolakan anggaran (economic efficiency). Sistem pengelolahan yang sangat sentralistik selama ini akan mempunyai potensi problem efisiensi pengelolaan didaerah, apalagi diseolah,jika tidak dilakukan secara profesional dan proporsional.
4.      Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan pilar yang paling utama dalam melakukan implementasi otonomi pendidikan. SDM selama ini belum memadai, maksudnya yaitu berhubungan dengan kuantitas dan kualitas SDM tersbut. Masih ada daerah yang belum dapat memahami,menganalisis,serta mengaplikasikan konsep otonomi pendidikan. Demikian halnya yang berkaian dengan kuantitas atau jumlah SDM yang ada.[9]
5.      Pemerataan
Pelaksanaan otonomi penddidikan dapat meningkatkan aspirasi masyarakat akan pendidikan yang diperkirakan akan juga meningkatkannya pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan. Tetapi yang jadi permasalahan adalah semakin tingginya jarak antara daerah dalam pemerataan akan fasilitas pendidikan yang akhirnya akan mendorong meningkatnya kepincangan dalam mutu hasil pendidikan.
6.      Peranserta Masyarakat
Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat,menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peranserta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dan dalam menyelanggarakan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan dapat berupa perorangan,kelompok ataupun lembaga seperti dunia usaha dan industri.
7.      Pengawasan Pendidikan
Sistem pendidikan nasional termasuk aspek kepengawasannya diharapkan memiliki kemampuan untuk merespon berbagai tuntutan daerah, terus bersaing secara global. Sistem pengawasan hendaknya menitikberatkan kepada pengembangan mutu, mewujutkan efisiensi dan efektivitas layanan menejemen. Pengawasan pendidikan hendaknya juga juga tidak hanya sekedar diposisikan sebagai perilaku birokratis dan perundang-undangan saja. Lebih dari itu hendaknya diperlakukan sebagai bagian dari budaya profesional dalam organisasi pendidikan. Sekalipun pengawasan itu merupakan rangkaian atau siklus dari proses menejemen, akan tetapi makna pengawasan melekat, dan pengawasan masyarakat harus selalu bersinergi dengan pengawasan fungsional.[10]
8.      Masalah Kurikulum
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kondisi masyarakat indonesia sangat heterogen dengan berbagai macam keragamannya,seperti budaya,adat,suku,SDA dan bahkan SDMnya. Masing-masing daerah mempunyai esiapan dan kemampuan yang berbeda dalam pelaksanaan otonomi penidikan. Dalam konteks otonomi daerah, kurikulum suatu lembaga pendidkan tidak sekedar daftar mata pelajaran yang dituntut dalam suatu jenis jenjang pendidikan, dalam pengertian yang luas kurikulum berisi kondisi yang telah melahirkan suatu rencana atau program pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Hasbullah, kurikulum adalah keseluruhan program,fasilitas,dan kegiatan suatu lembaga pendidikan atau pelatihan untuk mewujutkan visi dan misi lembaganya.[11]

IV. KESIMPULAN

Dari pemaparan makalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat ini indonesia telah ditetapkan otonomi daerah dan juga berdampak adanya otonomi pendidikan. Dimana daerah berhak mengatur pendidikan di daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah pusat secara langsung. Walaupun demikian pemerintah pusat juga bertugas mengontrol dan mengawasi pelaksanaan otonomi pendidikan tersebut.
Otonomi pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi-potensi daerah yang ada dimasina-masing daerah tersebut. Karena potensi masing-masing daerah di indonesia sangat beragam dan tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Potensi tersebut dikembangkan dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan disekolah, agar nantinya outputnya sesuai dengan kondisi yang ada didaerah tersebut. Tapi dalam kenyataannya dilapangan, otonomi pendidikan yang dilaksanakan tidak semudah teorinya, karena masih banyaknya hambatan serta permasalahan yang dihadapi sebagai mana yang telah disebutkan diatas yang masih perlu di perbaiki lagi. Dalam pendidikan terdapat mutu pendidika, dimana mutu pendidikan perlu ditingkatkan untuk menghasilkan pendidikan yang lebih baik. Juga terdapar prinsip-prinsip peningkatan mutu pendidikan.

V.    PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah selanjutnya,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya amin.


DAFTAR PUSTAKA         
Sam  M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Matry, Drs. H.M.Nurdin, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era Otonomi Daerah, (Makasar: Aksara Madani, 2008)
http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah.html.
Sukamadinata, Nana Syaodih, dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah,( Bandung: PT. Revika Adimata, 2008)
Umam, Khoirul, Mempertegas Otonomi Pendidikan; Menuju Masyarakat Edukatif, http://re-searching.com.
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,)
http:// re-searchengines.com/kunluthfi.html,
http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah. html,


[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,) hlm. 7
[2] http:// re-searchengines.com/kunluthfi.html, 20/11/2010, jam 10.30
[3] http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah. html,20/11/2010.jam 10.35
[4] Hasbullah, op.cit, hlm.18
[5] Khoirul umam, mempertegas otonomi pendidikan; menuju masyarakat edukatif, http://re-searching.com.20/11/2010, jam 10.40__
[6] Nana Syaodih Sukamadinata, dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah,( bandung: PT. Revika Adimata, 2008), hlm.8-11
[7] Drs. H.M.Nurdin Matry, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era Otonomi Daerah, (Makasar: Aksara Madani, 2008) hlm. 7
[8] Ibid, hlm. 8
[9] Sam  M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.4
[10] Drs.H.M.Nurdin Matry, Op.Cit, hlm. 9-11
[11] Hasbullah, Op.Cit, hlm. 20-22

Miftahuddin : Proposal PTK


A.    Judul :
“UPAYA PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MELALUI METODE RESITASI PADA MATA PELAJARAN AL-QUR’AN HADITS PADA KELAS VIII DI MTS NURUL HUDA MANGKANG KULON SEMARANG”
B.     Latar Belakang Masalah
Kelas merupakan wahana paling dominan bagi terselenggaranya proses pembelajaran bagi anak-anak sekolah. Kedudukan kelas yang begitu penting mengisyaratkan bahwa tenaga kependidikan yang profesional yang dikehendaki, terutama guru harus profesional dalam mengelola kelas bagi terselenggaranya proses pendidikan dan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Semangat mempelajari Al-Qur’an sesuai dengan tuntutan islam, dalam perkembangan dekade ini Nampak semakin surut. Hal ini salah satunya disebabkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang melaju dengan cepat, yang cenderung tak terkendali, bahkan hampir-hampir tak mampu dielakkan oleh dunia pendidikan, maka lembaga pendidikan dituntut untuk berbenah diri agar lebih berkualitas. Baik dari segi kegiatan belajar mengajar yang meliputi dari lingkup formal, nonformal dan informal. Yang tentunya membutuhkan metode-metode yang tepat dan sesuai dengan latar belakang dengan peserta didik.
Guru yang sebagai fasilitator dan motifator hendaknya memperhatikan perbedaan individual anak didik baik dari aspek biologis, intelektual, dan psikologis kerangka berpikir demikian dimaksudkan agar guru mudah dalam melakukan pendekatan pada anak didik secara individual, yang memungkinkan kemudahan dalam tercapainya proses belajar mengajar. Agar dalam penggunaan metode dapat dengan tepat, penggunaan metode ini seorang guru tidak harus terpaku pada satu metode saja, tetapi guru sebaiknya menggunakan metode yang bervariasi agar jalannya pengajaran tidak membosankan, tetapi menarik perhatian anak didik. Salah satu metode diantaranya adalah metode resitasi (penugasan)[1] metode ini digunakan manakala waktu sedikit namun materi masih banyak, artinya banyak bahan yang tersedia dengan waktu yang kurang seimbang, dengan demikian peserta didik dituntut untuk belajar sendiri sehingga motivasi belajar peserta didik dapat tumbuh dengan sendirinya. 
Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan di dalam kelas merupakan inti kegiatan dalam pendidikan, segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar. Karena guru hanya sebagai motivator yaitu agar supaya dapat menumbuhkan motivasi peserta didik dan fasilitator untuk menjadi perantara atau yang memfasilitasi, dan dapat mamahami anak didik menyangkut kegiatan fisik maupun mental aktifitas anak didik bukan hanya secara individual, tetapi juga dalam kelompok sosial. Aktivitas anak didik dalam kelompok sosial akan membuahkan interaksi dalam kelompok, interaksi dikatakan maksimal bila interaksi itu terjadi antara guru dengan semua anak didik, antara anak didik dengan guru, dan antara anak didik dengan anak didik.
Motivasi dalam hal ini menjadi penting untuk di bahas. Bukan saja tema tersebut dilakukan penelitian sebagai tindak lanjut, akan tetapi pembahasan motivasi lebih mengarahkan bagaimana teknik-teknik memberikan pengajaran peserta didik secara tidak langsung.
C.    Rumusan Masalah
Permasalahan merupakan penjabaran dari tema sentral masalah menjadi beberapa sub-masalah yang spesifik, yang dirumuskan berupa  kalimat tanya.
1. Apakah metode resitasi mampu menumbuhkan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas VIII di MTs Nurul Huda Mangkang Kulon?
2. Dapatkah metode resitasi dapat peningkatan motivasi belajar peserta didik pada mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas VIII di MTs Nurul Huda Mangkang Kulon Semarang?
D.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan usaha dalam memecahkan masalah yang disebutkan dalam perumusan masalah. Karena itu tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1.      Untuk meningkatkatkan motivasi belajar peserta didik dalam rangka pembelajaran Al-Qur’an Hadits.
2.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya menurunnya motivasi peserta didik dalam proses pembelajaran Al-Qur’an Hadits.
 Adapun manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua aspek
1.      Secara teoritis, tulisan ini diharapkan dapat menambah khazanah penelitian pendidikan, khususnya yang berhubungan dengan motivasi.
2.      Secara praktis, dapat diterapkan dalam kehidupan siswa.
E.     Kerangka
1.      Kajian teori
Pembelajaran Al-Qur’an Hadits yang dilaksanakan di MTs Nurul Huda Mangkang Kulon, khususnya dalam menyajikan hal-hal yang berhubungan dengan teks Al-Qur’an masih sulit dipahami oleh peserta didik. Hal ini disebabkan oleh belum ditemukannya metode yang efektif dan efisien sebagai pendukung pembelajaran sehingga berakibat penjelasan pendidik lebih optimal. Pembelajaran pada sekolah tersebut masih menggunakan metjuga hanya menggunakan metode ceramah sehingga peserta didik yang kurang memahami materi semakin jenuh dalam mengikuti proses pembelajaran.
Materi pembelajaran Al-Qur’an Hadits sebenarnya sebagian besar berkaitan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik karena materi yang diajarkan tersebut merupakan implementasi dari kehidupan peserta didik sendiri. Demikian, fungsi guru adalah menghubungkan pengalaman peserta didik dengan materi yang diajarkan. Oleh karena itu, dengan penggunaan metode resitasi dapat mengarahkan dan mengajarkan peserta didik untuk lebih berfikir nyata, sehingga akan membantu peserta didik dalam memahami materi.
Menurut Abraham H. Maslow menggunakan teori motivasi dengan pendekatan kebutuhan yaitu :
1.   Kebutuhan bahan fisik (rasa lapar dan haus).
2.   Kebutuhan rasa aman.
3.   Kebutuhan sosial.
4.   Kebutuhan penghargaan.
5. Kebutuhan untuk mewujudkan diri (mengembangkan dan mengungkapkan   potensi diri termasuk pendidikan).[2]
Dalam penelitian ini, peneliti akan berusaha meneliti ranah motivasi dari para peserta didik dengan model resitasi yang peneliti berikan dalam setiap akhir pembelajaran. Oleh karena itu  peneliti akan meneliti satu kelas sebagai kelas eksperimen. Sebelum memberikan perlakuan sampel terlebih dahulu diberikan pre-test untuk mengetahui kemampuan dasarnya.
2.      Hipotesis
Hipotesa merupakan pernyataan yang masih lemah kebenarannya. Menurut Winarno Surahmad, hipotesa atau perumusan jawaban sementara terhadap suatu soal yang dimaksudkan sebagai putusan sementara dalam penelitian untuk mencari jawaban kesempatan yang ada. [3]
Demikian pula hipotesa itu merupakan kesimpulan yang bersifat sementara, sehingga adakalanya hipotesa itu benar adakalanya salah. Berangkat dari permasalahan yang penulis kemukakan serta dalam rangka mengarahkan penilaiannya ini, maka penulis mengajukan hipotesa sebagai berikut : “Ada pengaruh yang signifikan antara metode resitasi terhadp motivasi belajar peserta didik kelas VIII  pada MTs Nurul Huda Mangkang Kulon”.
Dari hipotesa diatas dapat dikembangkan lebih jauh sebagai berikut : “Semakin tinggi peserta didik dalam mendapat tugas (resitasi), maka semakin tinggi pula tingkat motivasi belajar peserta didik”.
F.     Metode dan Prosedur Penelitian
1.      Subyek Penelitian
Untuk melakukan penelitian ini, subyek yang dikaji adalah siswa kelas VIII MTs Nurul Huda Mangkang Kulon dengan jumlah siswa 32 orang yang terdiri atas  18 orang siswa laki-laki dan 14 siswa perempuan. Jumlah tersebut sebagian besar mendapatkan masalah tentang motivasi belajarnya. Hal ini dapat diketahui ketika berangkat pagi setiap harinya sekitar 4-6 anak mesti dating terlambat dan orangnya pun selalu berganti-ganti. Untuk mengatas hal ini perlu dilaksanakan sebuah metode yang sesuai dengan karakteristik siswa. Metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar peserta didik.[4] Dalam hal ini, metode yang peneliti pilih adalah metode resitasi dengan subyek penelitian yang sdah dijelaskan.
2.      Variabel Penelitian
a)      Masalah : Hasil belajar mata pelajaran Al-Qur’an Hadits kelas VIII di MTs Nurul Huda Mangkang Kulon.
b)      Tindakan : Metode Resitasi
3.      Waktu Penelitian
Penelitian ini diadakan selama 27 hari terhitung mulai izin penelitian secara lisan dan tertulis dengan surat rekomendasi dari IAIN Walisongo Semarang. Sedangkan pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data mulai tanggal 3 Janurai 2011 sampai dengan 30 januari 2011. yang terdiri dari pra siklus yakni
4.      Siklus
Dalam penelitian ini, persiapan yang peneliti lakukan mencakup pelaksanaan tindakan dengan berbagai tahapan tindakan sebagaimana dalam skenario pembelajaran. Peneliti akan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a.       Perencanaan
1)      Peneliti melakukan observasi secara langsung terhada para siswa kelas VIII supaya bias diidentifikasi dan dianalisis akar penyebab masalah mengapa hasil belajar belajar kelas tersebut menurun.
2)      Peneliti bersama guru Al-Qur’an Hadits akan menentukan tindakan apa yang akan digunakan untuk mengatasi masalah di atas.
3)      Peneliti membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
4)      Peneliti membuat Lembar Observasi Siswa (LOS)
5)      Penyusunan instrumen.
 Instrumen ialah alat bantu yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian. Instrumen yang digunakan adalah soal-soal yang dibuat peneliti sendiri. Langkah-langkah penyusunan instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a)      Menentukan materi pelajaran Al-Qur’an Hadits.
b)      Menyusun kisi-kisi soal.
c)      Menyusun soal sesuai dengan kisi-kisi yang telah ditentukan, yaitu sejumlah 20 soal untuk tiap siklus.
b.      Pelaksanaan tindakan
Pelaksanaan tindakan ini mencakup pra siklus, siklus I, siklus II, siklus III. Adapun langkah –langkah Metode resitasi adalah sebagai berikut: Langkah-langkah perencanaan dan persiapan yang perlu ditempuh agar metode resitasi dapat dilaksanakan dengan baik adalah:
a.       Perencanaan
Hal yang dilakukan adalah:
1)      Menetapkan materi pelajaran yang akan dijadikan resitasi dan diusahakan setiap siswa belum menguasainya
2)      Merumuskan tujuan yang jelas setelah dialkukannya metode resitasi ini.
3)      Menetapkan garis-garis besar langkah-langkah resitasi yang akan dilaksanakan.
4)      Materi resitasi harus konsisten dengan apa yang dilakukan siswa di kelas.
5)      Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan selama menggunakan metode tersebut.
6)      Ketika resitasi sudah dilaksanakan, guru harus:
ü  Keterangan di dengar jelas oleh siswa.
ü  Semua materi resitasi ditempatkan pada posisi yang baik sehingga setiap siswa dapat melihat.
ü  Para siswa disarankan membuat catatan yang dianggap perlu.
ü  Menetapkan rencana penilaian terhadap kemampuan siswa.
b.      Pelaksanaan
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1)      Menyiapkan resitasi ketika pelajaran mau berakhir
2)      Di usahakan resitasi dapat menarik perhatian peserta didik.
3)      Mengingat pokok-pokok materi yang akan diresitasi agar mencapai tujuan pembelajaran.
4)      Memperhatikan keadaan siswa, apakah semuanya mengikuti resitasi dengan baik.
5)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif memikirkan lebih lanjut tentang apa yang dilihat dan didengarnya dalam bentuk mengajukan pertanyaan.
6)      Menghindari ketegangan, oleh karena itu guru hendaknya selalu menciptakan suasana yang harmonis.
c.       Evaluasi
Sebagai tindak lanjut setelah diadakannya resitasi kadangkala diremehkan oleh siswa. Evaluasi harus dilaksanakan secaa efektif sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.[5] Oleh karena itu supaya hal ini tidak terjadi maka guru harus menggunakan reward supaya resitasi tersebut lekas di kerjakan.
c.       Observasi
Sebelumnya, peneliti bersama guru Peneliti bersama guru melakukan observasi proses pembelajaran yang sudah berlangsung, kemudian peneliti pada akhir pembelajaran melakukan resitasi sesuai dengan apa yang sudah direncanakan.
Adapun alat yang digunakan untuk observasi adalah cek list yang berupa:
Nama
Motivasi
Keaktifan dalam proses pembelajaran
Nilai Ujian Praktek
( - )
Standar
(+)
Roni S
rendah
rendah

Santi
rendah
sedang

Diva
sedang
sedang

Jojon
rendah
Rendah

Dayat
Rendah
sedang


d.      Refleksi
1)      Pra Siklus: Dalam pelaksanaan pra siklus proses pembelajaran guru masih menggunakan metode ceramah
2)      Siklus I.
Dalam penelitian tindakan (action research) tiap siklusnya terdiri dari :
a)      Perencanaan
Dalam tahap ini penelitian bersama-sama dengan guru
-          Merencanakan permasalahan apa yang akan diteliti
-          Merencanakan model atau metode apa yang akan diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.
-          Membuat RPP
-          Membuat LOS (lembar observasi siswa)
b)      Pelaksanaan
-          Guru menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario dan LOS.
-          Dalam LOS guru harus sudah mempunyai gambaran tindakan apa yang efektif dalam mengatasi masalah yang dihadapi.
c)      Observasi
Peneliti bersama guru melakukan observasi saat berlangsungnya proses pembelajaran.
d)     Refleksi
-          Peneliti bersama guru melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
-          Peneliti bersama guru PAI membahas hasil evaluasi yang telah dilakukan, serta merencanakan perbaikan yang akan digunakan pada siklus II.
3)      Siklus II : Disusun berdasarkan atas perbaikan Siklus I
a)Perencanaan
Dari hasil evaluasi pada tindakan siklus I, peneliti bersama guru merencanakan kembali tindakan yang akan dilakukan pada siklus ini.
b)      Pelaksanaan
-          Guru menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario dan LOS.
c)Observasi
Peneliti bersama guru melakukan observasi saat berlangsungnya proses pembelajaran.
d)     Refleksi
-          Peneliti bersama guru melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
-          Peneliti bersama guru Al-Qur’an Hadits membahas hasil evaluasi yang telah dilakukan, serta merencanakan perbaikan yang akan digunakan pada siklus III
4)      Siklus III: Disusun berdasarkan atas perbaikan Siklus II
a)      Perencanaan
Dari hasil evaluasi pada tindakan siklus II, peneliti bersama guru merencanakan kembali tindakan yang akan dilakukan pada siklus ini.
b)      Pelaksanaan
-          Guru menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario dan LOS.
c)      Observasi
Peneliti bersama guru melakukan observasi saat berlangsungnya proses pembelajaran.
d)     Refleksi
-          Peneliti bersama guru melakukan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
-          Membahas hasil evaluasi pada siklus ini, bila hasilnya memuaskan maka penelitian dapat dihentikan.
5.      Indikasi Pencapaian
ü  Dapat menunjukkan indikasi-indikasi peningkatan motivasi
ü  Motivasi siswa dapat naik dari hari-hari sebelumnya.
ü  Motivasi siswa meningkat 50%.
ü  Keaktifan saat proses pembelajaran siswa meningkat 60%
ü  Hasil belajar siswa meningkat dengan rata-rata 70% dengan ketuntasan 85%


Daftar Pustaka

Arief, Armai,  Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers,
2002
Darminto,  W.J.S. Purwo, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1993.
Maslow, Abraham H. Motivasi dan Kepribadian, Teori Motivasi Dengan Pendekatan Hirarki Kebutuhan Manusia.  (Terj) Nurul Iman, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Offsed, 1993, hlm. 5.
Surahmat, Winarno, Dasar dan Metode Teknik Research, Bandung : Penerbit Tarsito, 1983.
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995


[1] W.J.S. Purwo Darminto,  Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1993), hal. 665. 

[2]Abraham H. Maslow, Motivasi dan Kepribadian, Teori Motivasi Dengan Pendekatan Hirarki Kebutuhan Manusia.  (Terj) Nurul Iman, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya Offsed, 1993, hlm. 5.
[3] Winarno Surahmat, Dasar dan Metode Teknik Research, (Bandung : Penerbit Tarsito, 1983, hlm. 541.
[4] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1995), hlm. 76
[5] Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), hlm.192-195.