Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang
I. PENDAHULUAN
Psikologi dalam suatu pendidikan sangatlah signifikan terutama psikologi perkembangan. Psikologi perkembagan adalah cabang dari disiplin psikologi yang mempfokuskan studi pada pembahasan dan perkembangan struktur jasmani. Jauh sebelum dilakukan studi ilmiah terhadap perkembangan anak, perhatian dan penyelidikan yang mendalam tentang anak-anak sedikit sekali dilakukan. Bahkan buku-buku khusus tentang perkembangan jiwa anak-anak belum ada. Pemahan terhadap seluk beluk kehidupan anak sangat bergantung pada keyakinan tradisional yang bersumber dari spekulasi para filusuf dan teolog tentang anak dan latar belakang perkembangannya serta pengaruh faktor keturunan dan lingkungan terhadap hidup kejiwaan anak.
Mempelajari psikologi perkembangan tidak hanya berguna bagi orang tua dan guru dalam memberikan pelayanan dan pendidikan kepada manak sesuai dengan tahap perkembangannya melainkan juga berguna dalam memahami diri kita sendiri. Psikologi perkembangan akan memberikan wawasan dan pemahaman taentang sejarah perjalanan hidup kita sendiri (sebagai bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa atau usia lanjut). Lebih dari itu semua, psikologi perkembangan juga sangat berguna bagi pengambil kebijaksanaan dalam merumuskan program-program bantuan bagi anak-anak dan remaja.
Dari uraian diatas, maka penulis akan memaparkan mengenai perkembangan anak. Dimana di dalamnya terdapat perkembangan fisik, perkembangan kognitif, perkembangan psikososial yang akan dibahas lebih lanjut di dalam makalah ini.
II. POKOK PERMASALAHAN
Dari uraian di atas, penulis merumuskan masalah ke dalam sub poko bahasan sebagai berikut:
A. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Anak
B. Perkembangan Kognitif Anak
C. Perkembangan Kepribadian dan Psikososial Anak
III. PEMBAHASAN
A. Perkembangan Fisik dan Psikomotorik Anak
Selama masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Pertumbuhan fisik yang lambat ini berlangsung sampai mulai munculnya tanda-tanda pubertas, yakni kira-kira 2 tahun menjelang anak matang secara seksual dan pertumbuhan fisik kembali pesat. Meskipun selama masa anak-anak pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun ketrampilan-ketrampilan motorik kasar dan ,motorik halus justru berkembang pesat. [1]
Proporsi badan dan jaringan urat daging dapat dikatakan tetap sampai kurang lebih tahun kelima. Setel;ah tahun kelima mulailah apa yang disebut “Gestaltwandel“ pertama. Hal ini berarti bahwa anak yang sampai sekarang mempunyai nkepala yang relatif besar dan anggota badan yang pendek akan mulai mempunyai proporsi badan seimbang. Selama tahun kelima nampak perkembangan jaringan urat daging secara cepat (Gestaltwandel kedua sekitar umur10 tahun, yaitu pada waktu mulainya pubertas atau pada waktu mulainya perkembangan seksualitas).[2]
Sekitar 3 tahun tulang kakinya tumbuh dengan cepat, pertumbuhan giginya semakin lengkap sehingga dia sudah menyenangi makanan padat seperti daging, sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. [3] Pada usia ini anak sudah dapat berjalan secara otomatis, bahkan pada alas yang tidak rata anak sudah dapat berjalan tanpa kesukaran. Sekitar 4 tahun anak hampir menguasai cara berjalan orang dewasa. Sesudah dapat berjalan dengan baik, anak juga belajar untuk jalan memanjat dan menuruni tangga. Dengan bantuan orang lain semula anak belajar turun dari tangga degan berjalan tegak. Sekitar umur 2 atau 3 tahun anak juga belajar meloncat-loncat, berjingkat-jingkat dan berbagai variasi berjalan lain. Sekitar usia 4 tahun, anak juga banyak belajar macam koordinasi visio-motorik. Hal ini penting misalnya pada waktu menyontoh sesuatu gambar atau sesuatu benda. Apa yang dilihat dengan mata harus dapat dipindahkab dengan motoriknya menjadi sesuatu pola tertentu.
Latihan kebersihan juga termasuk perkembangan psiko-motorik karena latihan kebersihan membutuhkan pemasakan urat-urat daging alat-alat pembuangan. Anak harus mampu untuk menguaai urat-urat daging alat pembuangannya pada waktu hendak buang air kecil atau buang air besar. Ternyata bahwa anak mampu untuk melakukan hal itu pada usia kurang lebih 15 bulan. Berhubung dengan itulah dapat dianggap tidak bertanggung jawab untuk memulai latihan kebersihanini sejak sebelum anak berusia 15 bulan.[4]
B. Perkembangan Kognitif Anak
Kognisi merupakan konsep yag luas dan inklusif yang berhubungan dengan kegiatan mental dalam memperoleh, mengolah, mengorganisasi, dan menggunakan pengetahuan. [5] Menurut teori Piaget, perkembangan kognitif pada masa anak-anak dinamakan tahap praoprasional ( praoperational stage), yang berlangsung pada usia 2 samapi 7 tahun. Pada tahap ini, konsep yang stabil dibentuk, penalaran mental muncul, egosentrisme mulai kuat dan kemudian melemah, serta terbentuknya keyakinan terhadap hal yang magis. Tetapi, sebagai “pra” dalam istilah “operasional” menunjukkan pada aktivitas mental yang memungkinkan anak untuk memikirkan peristiwa-peristiwa atau pengalaman-pegalaman yang dialaminya.[6]
Periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan(mewakili)_ sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa, gerak, dan benda). Dapat juga sebagai “semiotic function”, yaitu kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiea) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata atau peristiwa. [7]
1. Perkembangan Persepsi
Persepsi dapat didefinisikan sebagai deteksi, pengenalan, da interpretasi rangsangan pada indera. Seleksi sebagai dasar persepsi anak-anak yang sedang tumbuh belajar untuk memusatkan perhatian pasa aspek yang paling informatif diri suatu benda dan pemandangan serta mengabaikan yang tidak informatif.[8] Seiring dengan peningkatan ketajaman visual, selama masa awal anak-anak persepsi visual mereka juga bertambah baik. Peningkatan perepsi visual ini terjadi melalui dua cara. Menurut Seifert dan hoffningf, peningkatan persepsi visual anak ini terlihat dalam dua bentuk, pertama diskriminasi visual (visual discrimiation), yaitu kemampuan untuk membedakan atau melihat perbedaan-perbedaan trhadap yang mereka lihat. Kedua, integrasi visual (visual integration), yaitu kemampuan untuk mengkoordinasi bebrapa penglihatan dengan tindakan-tindakan fisik secara tepat. Selama tahun-tahun prasekolah, anak belajar mengintegrasikan visual mereka, belajar menyatukan apa yang mereka lihat dan menyatukan penglihatan dengan apa yang mereka lakukan.[9]
2. Perkembangan Memori
Dibandingkan dengan bayi, mengukur memori anak-anak jauh lebih mudah, karena anak-anak telah dapat memberi reaksi secara verbal. Dalam memori jangka pendek, individu menyimpan informasi selama 15 menit 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Menurut matlin, dibandingkan dengan anak-anak yang lebih besar atau dengan orang dewasa, anak yang lebih kecil lebih mungkin untuk menyimpan materi brupa visual dalam ingatan jangka pendeknya.
Pada umumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori rekognisi, yakni suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang, atau peristiwa itu sudah dikenalnya, atau pernah dipelajarinya pada masa lalu. Tapi kurang mampu dalam memori recall, yaitu proses memanggil atau menimbulkan kembali dalam ingatan yang telah dipelajarinya.[10]
3. Perkembangan Bahasa
Dalam masa anak-anak ini mengalami perkembangan bahasa yang pesat. Perkembangan bahasa yang cepat ini dianggap sebagai hasil perkembangan simbolisasi. Dengan demikian pada masa ini anak-anak telah mengalami sejumlah nama-nama dan hubugan antara simbol-simbol. Ia juga dapat membedakan berbagai benda disekitarnya serta dapat melihat fugsional antara benda-benda tersebut. Disamping itu, pada masa ini penguasaan kosa kata anak juga meningkat pesat. Pada mulanya bahasa anak-anak bersifat egosentris, yaitu bentuk bahasa yang lebih menonjolkan diri sendiri, berkisar pada minat, keluarga, dan miliknya sendiri.[11] Analisis kemampuan berbicara anak pada tahap egosentris mengungkapkan bahwa untuk beberapa waktu anak tidak merasa perlu bicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Maka sebenarnya kemampuan berbicara anak acap kali merupakan bentuk pemikiran verbal dan baru beberapa waktu kemudian anak belajar berfikir ke dalam sambil berdiam diri.[12]
Dalam tumbuh kembang kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan terdapat hierarki/tahapan dalam belajarnya. Secara garis besar, hierarki tumbuh kembang berbahasa adalah sebagai berikut:
1. Mendegar
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis
Untuk dapat berbicara, anak harus mempunyai kemampuan mendengar dengan baik. Tidak hanya organnya mampu mendengar, tetapi juga mendegar dengan pemahaman. Untuk dapat mambaca, anak harus sudah matang dan menguasai tahapan mendengar dan berbicara ( berkomunikasi dengan lisan), dan seterusnya.[13]
Untuk memahami perkembangan bahasa anak, maka orang dan guru Taman kanak-kanak seyogyanya memfasilitasi, memberi kemudahan, atau peluang kepada anak dengan sebaik-baiknya. Peluang tersebut antara lain:
1. Bertutur kata yang baik dengan anak
2. mau mendengarkan pembicaraan anak
3. menjawab pertanyaan anak (jangan meremehkannya)
4. mengajak berdialog dalam hal-hal sederhana
5. di taman kanak-kanak, anak dibiasakan untuk bertanya, menghafal, dan melantunkan lagu dan puisi.[14]
C. Perkembangan Psikososial Anak
Di samping perkembangan fisik dan kognitif, masa anak-anak awal juga ditandai dengan perkembangan psikososial yang cukup pesat. Adapun aspek penting dalam perkembangan psikososial diantaranya permainan, hubungan dengan orang lain, dan perkembangan moral.
1. Perkembangan Permainan
Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak. Sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain.[15] Anak dan permainan sukar dapat dipisahkan satu sama lain. Dari pernyataan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa anak akan bermain dengan sendirinya. Jadi agak mengherankan ketika orang berkata bahea anak haurs belajar bermain. Kiranya yang dimaksudkan adalah: belajar memperoleh pengalaman. Bagi perkembangan dalam tahun-tahun pertama, baik bagi manusia maupun hewan, maka perlindungan dan stimulus merupakan syarat yang mutlak. Hal ini juga berlaku bagi tingkah laku bermain. Biasanya ibulah yang memberikan perlindungan dan stimulasi itu hingga tingkah laku anak dapat berkembang.[16]
Secara psikologos dan pedagogis, bermain mempunyai nilai-nilai yang sangat berharga bagi anak. Diantaranya:
a. Anak memperoleh perasaan senang, puas, bangga, atau berkataris ( peredaran ketegangan)
b. Anak dapat mengembangkan sikap percaya diri, tanggung jawab, dan kooperatif (mau bekerjasama)
c. Anak dapat membangkitkan daya fantasi atau kreativitas
d. Anak dapat mengenal aturan, atau norma yang berlaku dalam kelompok serta belajar untuk menaatinya
e. Anak dapat memahami bahwa baik dirinya maupun orang lain mempunyai kelebihan dan kekurangan
f. Anak dapat mengembangkan sikap sportif, tenggang rasa, atau toleran terhadap orang lain.[17]
2. Perkembangan sosial
Pada usia prasekolah, perkembangan sosial anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan sosial pada tahap ini adalah:
a. Anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain
b. Sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk para peraturan
c. Anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain
d. Anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain, atau teman sebayanya (peer group)[18]
Sosialisasi merupakan proses dimana anak-anak belajar mengenai standar, nilai, dan sikap yang diharapkan kebudayaan dan lingkungan masyarakat mereka. Pada masa anak-anak, orang tua merupakan sarana sosialisasi (agents of socialization) yang utama. Sosialisasi terjadi melalui perbuatan orang tua sebagai contoh dari perilaku dengan menunjukkan penerimaan dan kehangatan, memberikan batasan atau kebebasan, dan menghukum sikap yang tidak dapat diterima. Jika anak merasa dihargai dan dicintai, maka citra diri mereka menjadi positif, dan mereka merasa percaya akan kemampuannya yang timbul.[19]
3. Perkembangan moral
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. Perilaku moral dikendalikan konsep-konsep moral, peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok. Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap amoral atau nonmoral. Dan tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Sebaliknya, tiap anak harus siajarkan standar kelompok tentang yang benar dan yang salah. Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama; mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan; mengembangkan hati nurani; belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perlaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok; dan mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompok.[20]
Pengamatan terhadap perilaku anak memberikan kepada kita sejumlah pemahaman tentang cara perkembangan kesadaran moral anak, yang tampil sebagai bagian dari keseluruhan proses sosialisasi.[21]
IV. KESIMPULAN
Dari pembahasan mengenai perkembangan anak di atas, dapatditari kesimpulan bahwa:
1) Selama masa anak-anak awal, pertumbuhan fisik berlangsung lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan selama masa bayi. Pertumbuhan fisik yang lambat ini berlangsung sampai mulai munculnya tanda-tanda pubertas, yakni kira-kira 2 tahun menjelang anak matang secara seksual dan pertumbuhan fisik kembali pesat. Meskipun selama masa anak-anak pertumbuhan fisik mengalami perlambatan, namun ketrampilan-ketrampilan motorik kasar dan ,motorik halus justru berkembang pesat.
2) Pada perkembangan kognitif, periode ini ditandai dengan berkembangnya representasional atau “symbolic function”, yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk mempresentasikan(mewakili)_ sesuatu yang lain dengan menggunakan simbol (kata-kata, gesture/bahasa, gerak, dan benda). Dapat juga sebagai “semiotic function”, yaitu kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol (bahasa, gambar, tanda/isyarat, benda, gesture, atau peristiea) untuk melambangkan suatu kegiatan, benda yang nyata atau peristiwa
3) Adapun aspek penting dalam perkembangan psikososial diantaranya permainan, hubungan dengan orang lain, dan perkembangan moral. Permainan adalah salah satu bentuk aktivitas sosial yang dominan pada awal masa anak-anak. Sebab, anak-anak menghabiskan lebih banyak waktunya di luar rumah bermain dengan teman-temannya dibanding terlibat dalam aktivitas lain. Sosialisasi merupakan proses dimana anak-anak belajar mengenai standar, nilai, dan sikap yang diharapkan kebudayaan dan lingkungan masyarakat mereka. Pengamatan terhadap perilaku anak memberikan kepada kita sejumlah pemahaman tentang cara perkembangan kesadaran moral anak, yang tampil sebagai bagian dari keseluruhan proses sosialisasi
V. PENUTUP
Demikian makalah ini dapat kami presetasikan. Kami menyadari bahwa di dalam makalah kami masih banyak terdapat kesalahan baik dalam mengenai redaksi, sistematika ataupun dalam mengumpulkan refrensi. Untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang konstruktif guna perbaikan makalah kami selanjutnya. Dan akhirnya, semoga makalah ini dapat berguna bagi pemakalah khususnya, dan rekan-rekan pada umumnya. Aamiin……
DAFTAR PUSTAKA
B. Hurlock, Elizabeth, 1978, Perkembangan Anak, Jakarta: Erlangga
Desmita, 2008, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya
Harjaningrum, Agnes Tri., 2007, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan, Jakarta: Prenada
McGhie, Andrew., 1996, Penerapan Psikologi dalam Perawatan, Yogyakarta: Kerjasama Yayasan Essentia Medika
Monks F.J. dan Knoers A.M.P., 1982, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya, Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Paul, Mussen Henry, dkk., 1988, Perkembangan Anak dan Kepribadian Anak, Jakarta: Erlangga
Yusuf, Syamsu., 2001, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: Reamaja Rosdakarya
[1] Desmita, Psikologi Perkembangan, ( Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), cet IV, hlm127-128
[2] F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya, ( Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1982), cet I, hlm.91
[3] Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, ( Bandung: Reamaja Rosdakarya, 2001), cet II, hlm. 163
[4] F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Op cit, hlm. 92-94
[5] Paul Henry Mussen, dkk., Perkembangan Anak dan Kepribadian Anak, (Jakarta: Erlangga, 1988), Jilid I, hlm. 194
[6] Desmita, Op cit, hlm. 130
[7] Syamsu Yusuf, Op cit, hlm 165
[8] Paul Henry Mussen, Op cit, hlm 213
[9] Desmita, Op cit, hlm.133-134
[10] Ibid, hlm.135-136
[11] Ibid, hlm.139
[12] Andrew McGhie, Penerapan Psikologi dalam Perawatan, (Yogyakarta: Kerjasama Yayasan Essentia Medika, 1996), hlm. 13-14
[13] Agnes Tri Harjaningrum, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan Tren Pendidikan, (Jakarta: Prenada, 2007), cet. I, hlm.60-61
[14] Syamsu Yusuf, Op cit, hlm. 170
[15] Desmita, Op cit, hlm. 141
[16] F.J. Monks dan A.M.P. Knoers, Op cit, hlm. 122
[17] Syamsu Yusuf, Op cit, hlm. 171-172
[18] Ibid, hlm. 173
[19] Paul Henry Mussen, Op cit, hlm. 152
[20] Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga, 1978),jilid 2, hlm74-75
[21] Andrew McGhie, Op cit, hlm. 33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar