Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif

Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif
LOGO KSC

Sabtu, 26 Februari 2011

RELEVANSI IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN LEARNING BY DOING DALAM PENINGKATAN KREATIVITAS ANAK


BAB IV 

A.    Relevansi Strategi Pembelajaran Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak di TKIT Umar bin Khathab Kudus

Keterkaitan antara strategi pembelajaran yang diterapkan di TKIT Umar bin Khathab Kudus dengan upaya peningkatan kreativitas anak ditunjukkan dalam prinsip kenyamanan dan memberikan ruang kreatif bagi anak didiknya. Salah satu implementasinya dengan mengembangkan 6 kelas sentra yang menekankan pada pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik dan pengembangan nilai.
Strategi pembelajaran PAKEM (aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan) menunjukkan bentuk implementasi dari model pembelajaran learning by doing. Anak didik berani mengemukakan gagasan, dan bertanya, bertndak sesuai kebutuhan, minat, dan bakatnya. Sedangkan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Guru mampu menghadirkan situasi dan kondisi yang mengundang anak didik dengan suka rela melakukan tindak belajar.
Guru berperan sebagai teman belajar yang mampu memahami berbagai kondisi anak didik. Proses belajar mengajar selalu diawali dengan kegiatan journal/menggambar bebas yang merupakan media bagi guru untuk memahami kondisi psikis anak didik, diantaranya untuk mengetahui apakah anak dalam kondisi sehat atau sakit secara fisik sekaligus mengetahui masalah yang dihadapi masing-masing anak. Upaya tersebut ditindaklanjuti dengan memberikan konseling bagi anak bermasalah untuk menciptakan suasana menyenangkan yang harapanya anak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar secara optimal.[1]
Sedangkan proses belajar dikemas dalam bingkai permainan dan cerita sehingga menuntut anak didik untuk aktif. Mereka mempunyai ruang untuk mengekspresikan imajinasi dan fantasinya setelah mendapat petunjuk dan bimbingan dari guru. Seperti pada sentra persiapan, guru mengajak anak didik bermain mobil-mobilan yang ditata berurutan dengan dibubuhi cerita yang lugas dan pada proses tersebut anak diberi pertanyaan tentang jumlahnya. Pola demikian lebih efektif karena anak merasa nyaman dan secara tidak sadar mereka dilatih untuk mengenal angka dan berhitung, jadi penyampaian materi skolastik dapat dikemas secara lain dan tidak mutlak diajarkan secara tegang.[2]
Faktor pendukung yang lain adalah anak dikelompokkan, masing-masing kelompok berkapsitas 10 anak dengan dibimbing oleh seorang guru. Hal ini dimaksudkan sebagai efektifitas pembelajaran dan guru dapat memberi perhatian per-orangan, secara personal anak dapat diamati perkembangannya. Pola tersebut sejalan dengan orientasi pendidikan di TKIT Umar bin Khathab Kudus yang bukan hanya mengutamakan pengembangan potensi intelegensi, tetapi lebih pada penggalian potensi kreativitas, bahasa, emosi, dan pengembangan nilai. Guru harus jeli dalam memahami kecenderungan, minat, dan bakat anak didik, sehingga pengajarannya tidak memaksa dan disesuaikan dengan tingkat perkembangan potensi anak.[3]
Dalam hal ini guru memposisikan sebagai fasilitator belajar daripada sebagai instruktur semata-mata. Istilah fasilitator lebih menunjukkan bahwa tanggungjawab akhir untuk belajar haruslah pada anak dalam menemukan dirinya.[4] Karena parameter keberhasilan pendidikan disini adalah kemampuan eksplorasi kecerdasan, minat dan bakat peserta didik serta upaya mengembangkan secara baik dan maksimal.[5]
Pendekatan pembelajaran demikian terkait dengan upaya peningkatan kreativitas anak. Sehingga anak didik di TKIT Umar bin Khathab Kudus telah mampu mngekspresikan dirinya secara bebas-terbimbing, baik dalam penyelesaian masalah yang berkaitan dengan interaksi sosial maupun kemampuan membaca, menghafal, berhitung, dan menulis.
Para guru di TKIT Umar bin Khathab juga telah menerapkan metode bercerita dengan alat peraga, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode tanya jawab, dan metode bermain peran yang kesemuanya disesuaikan dengan kebutuhan intelegensi, bakat dan minat anak didik. Aplikasi metode tesebut sejalan dengan klasifikasi kelas sentra yang memiliki kecenderungan belajar sambil melakukan dan membuka lebar ruang kreativitas anak didik.[6]
Faktor penunjang dari penerapan metode tersebut adalah media dan alat peraga. Salah satu gambaranya adalah dalam sentra alam sekitar dimana anak diajak untuk memahami benda-benda alam ciptaan Allah, seperti mengamati proses siklus hujan yang didalamnya melibatkan matahari, air laut, dan awan. Dalam hal ini guru mengantarkan dengan cerita yang divisualkan lewat gambar-gambar sederhana untuk kemudian anak diajak bermain air dan mengamati matahari.
Untuk menerapkan metode bermain peran, anak didik dikondisikan dalam kelas sentra keluarga sakinah. Didalamnya mengajak mereka bermain profesi dan melakukan rutinitas kekeluargaan yang bernuansa Islami dengan menggunakan alat peraga seperti; peralatan ibadah, baju profesi, peralatan rumah tangga sampai peralatan telekomunikasi. Pengajaran tersebut bertujuan mengajak anak didik memahami realitas kehidupan yang tetap berpegang pada koridor Islam.
Pada masing-masing kelas sentra disediakan media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan anak secara personal tanpa harus bergantian. Keadaan demikian diupayakan secara maksimal demi optimalisasi belajar sambil melakukan sesuai tahap perkembangan dan karakteristik anak prasekolah (intelektual, sosial, moral, jasmani, dan bahasa).[7]
Strategi pembentukan kelas sentra merupakan pengkondisian pembelajaran kretif karena anak didik mampu mengekspresikan dirinya dengan dukungan materi, metode, dan media pembelajaran yang memadai. Dari aspek tersebut mampu mendorong dan mengembangkan daya kreativitas anak yang merupakan manifestasi belajar sambil melakukan.

B.     Relevansi Profesionalisme Guru Terhadap Implementasi Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak di TKIT Umar Bin Khathab Kudus

Mekanisme perekrutan guru di TKIT Umar bin Khathab lebih menekankan pada sense pada anak dan belum memadukan dengan disiplin keilmuan. Tidak heran ketika dilihat dari latar belakang pendidikan para guru sangat variatif dan mengampu bidang yang sama sekali baru. Kelemahan  tersebut disikapi dengan memberikan pelatihan khusus pendidikan anak prasekolah dan sebelum mengajar harus melewati magang selama beberapa bulan.
Setiap guru juga diwajibkan mengikuti program peningkatan sumber daya manusia dalam bentuk rapat koordinasi tiap minggu, studi banding, bedah buku, pendalaman materi keagamaan setiap minggu, membuat majalah dinding sebulan sekali, serta melakukan refleksi dan evaluasi pengajaran seminggu sekali.
Dengan demikian peningkatan profesionalisme guru merupakan unsur terpenting bagi pembaruan pendidikan. Guru merupakan komponen yang mempengaruhi berhasil tidaknya proses pembelajaran, sehingga mereka mutlak menguasai prinsip-prinsip belajar disamping menguasai materi pelajaran. Guru juga harus mampu membantu individu untuk mencapai pemahaman dan pengarahan diri sebagai kebutuahan untuk melakukan penyesesuaian diri secara maksimum terhadap sekolah, keluarga, dan masyarakat.[8] TKIT Umar bin Khathab memberdayakan para guru untuk berprilaku terpuji dan agamis (terbiasa menggunakan kalimat toyibah dan sopan santun) karena typologi anak prasekolah yang memiliki kecenderungan meniru, penghargaan terhadap anak sebagai bagian dari konseling.
Pemilihan metode dan strategi pembelajaran didahului dengan perencanaan pembelajaran dengan proses koordinasi antara guru dan kepala TK. Aplikasinya di kelas guru diberi wewenang secara otonom untuk mengembangkan kreativitasnya dalam mengajar, membangkitkan motivasi belajar dan membimbing anak didik dengan harapan kenyamanan belajar tercapai.[9] Hanya saja TKIT Umar bin Khathab belum mampu merekrut tenaga pendidik yang mempunyai basic keilmuan pendidikan anak atau psikologi anak. Salah satu kendalanya adalah kondisi TK yang saat sekarang masih dalam tahap pengembangan, sehingga faktor finansial menjadi bagian yang tak terpisahkan. Upaya mensiasati hal tersebut diantaranya pemilihan tenaga pendidik yang interest dan memiliki sense yang tinggi terhadap pendidikan anak serta tidak begitu mengedepankan kompensasi.[10]
Gambaran tentang kondisi tenaga pendidik di TKIT Umar bin Khathab Kudus berpengaruh kurang maksimalnya proses pengajaran pada kelas sentra, karena latar belakang pendidikan kurang diperhatikan. Tetapi upaya pengembangan sumber daya manusia menjadikan pengajaran lebih terarah sejalan dengan implementasi model pembelajaran learning by doing. Serta telah mampu memunculkan dan mengembangkan kreativitas sesuai perkembangan, minat dan kebutuhan anak. Keterkaitan tersebut terbukti dari output anak didik yang cerdas secara intelektual, kreatif serta mempunyai kepercayaan diri dalam bersosialisasi dengan lingkungan dibanding dengan output dari TK yang lain.

C.    Relevansi Pengembangan Kurikulum Dengan Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak di TKIT Umar Bin Khathab Kudus 

Tujuan kurikulum Taman Kanak-kanak adalah membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi baik psikis dan fisik yang meliputi moral dan nilai-nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik/motorik, kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan dasar.[11]
Beranjak dari tujuan diatas TKIT Umar bin Khathab Kudus menerapkan Kurikulum Nasional dan mengembangkannya dengan menambahkan unsur-unsur Islami yang pendekatan pembelajarannya sama sekali lain dengan TK konvensional. Kurikulum lokal menunjukkan ciri TK yang disusun atas persetujuan pengurus yayasan.
Standar kompetensi kurikulum lokal bukan hanya mengarah pada pemahaman keagamaan, tetapi lebih pada aksi keberagamaan diantaranya; wudhu, sholat, doa-doa, hafalan hadits dan surat-surat pendek, sampai pada infaq dan shadaqah/amal shaleh dengan melibatkan anak didik dalam bhakti sosial di desa tertinggal. Pengembangan kurikulum belum sepenuhnya maksimal karena terbentur masalah fasilitas atau sarana penunjang, seperti belum tersedianya Musholla. Tetapi kondisi demikian tidak menjadi kendala yang signifikan karena pihak pengelola TK mengupayakan tempat Wudhu khusus dan mengoptimalkan kelas menjadi tempat  Sholat.[12]
Penjabaran kurikulum Nasional kedalam kurikulum lokal terkait erat dengan penerapan learning by doing. Bentuk yang menunjukkannya adalah mengajak anak didik untuk terbiasa melakukan kegiatan ibadah seperti; sholat, berdo’a sebelum dan sesudah makan, serta berakhlakul karimah.
Pada aspek kreativitas, TK juga menerapkan pola pembelajaran dengan sistem sentra yang diistilahkan dalam Kurikulum Nasional “sudut”. Didalamnya memuat model belajar sambil melakukan dengan didukung pengembangan metode, media, dan strategi pendekatan yang menghargai anak. Sehingga anak mampu mengaktualisasikan diri dengan memanfaatkan media pembelajaran yang tersedia. 

D.    Relevansi Pola Hubungan Sekolah dengan Orang Tua Anak Didik Terhadap Implementasi Model Pembelajaran Learning By Doing 

TKIT Umar bin Khathab Kudus dalam perjalanannya mendapat respon positif dari sebagian masyarakat, terutama kalangan yang peduli dengan pendidikan anak. Hal ini dibuktikan dengan kuantitas anak didik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Orang tua merasakan perubahan yang berarti bagi perkembangan anaknya, baik intelektual, sosial, moral, jasmani, dan bahasa.
Pola pendidikan bukan hanya diterapkan di sekolah tetapi juga melibatkan lingkungan keluarga dan masyarakat. Pertemuan satu bulan sekali dalam rangka sosialisasi tema pembelajaran antara sekolah dengan orang tua membuktikan dijalinnya komunikasi untuk mengawal belajar anak. Sinergitas hubungan diperlukan karena membantu merealisasikan program pendidikan terpadu (ilmu pengetahuan dan agama) yang bersifat aplikatif.
Bentuk interaksi lainnya adalah buku penghubung yang berisi laporan keseharian anak didik dari segi prestasi, prilaku maupun kreativitas. Dari sini orang tua dapat mengetahui kondisi anaknya ketika mengikuti proses belajar mengajar di TK dan dapat membimbing belajar anak di rumah. Orang tua diajak untuk mengecek apakah anak sudah mampu mempraktekkan kegiatan yang telah dilakukan di TK ketika mereka di rumah.[13]
TKIT Umar bin Khathab membuka lebar tali silaturrahmi dengan memfasilitasi orang tua untuk konsultasi tentang kesulitan dalam membimbing anak belajar dirumah. Upaya tersebut semakin memperkuat kepercayaan masyarakat tentang pola pendidikan prasekolah yang efektif karena anak didik merasa senang belajar dan orang tua semakin yakin akan kualitas pendidikannya.[14] Bentuk komunikasi formal maupun informal menumbuhkan pengertian antara orang tua dengan guru tentang anak didik dan proses belajar mereka.[15]

E.     Potensi Implementasi Pola Pembelajaran Learning By Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak

Pendidikan prasekolah lebih mengedepankan pengajaran dengan pola bermain yang sarat makna pembelajaran. Anak didik diajak untuk mencoba dan bereksperimen dari pengalaman dengan bimbingan guru. Di TKIT Umar bin Khathab Kudus menyelenggarakan pendidikan dengan proses belajar menyenangkan. Kegiatan ini mampu memberikan motivasi belajar bagi anak didik. Guru memberikan bantuan (fasilitasi), bimbingan, dan latihan. Strategi yang dilakukan dapat diturunkan dalam beberapa proses pembelajaran yang membangkitkan kreativitas anak sebagai wujud aktualisasi diri.
a. Prinsip dasar pengajaran.
1). Memposisikan anak sebagai subyek pembelajaran dengan manifestasi penghargaan terhadap masing-masing individu, seperti: menggunakan ungkapan-ungkapan halus dalam menegur, memberikan pujian terhadap siswa yang berprilaku terpuji atau berprestasi, serta memberikan konsekuensi terhadap siswa berprilaku negatif dengan pertimbangan humanis.
2). Memberikan ruang dan kesempatan yang cukup pada anak dalam mengekspresikan diri, hal tersebut terpola pada pembelajaran di kelas sentra dimana anak dengan leluasa menggunakan media pembelajaran seperti balok (sentra pembangunan), mobil-mobilan, gambar huruf dan angka (sentra persiapan), plastisin, manik-manik (sentra kebudayaan),  pasir, air, pewarna, biji-bijian (sentra alam sekitar), perangkat rumah tangga, pakaian profesi (sentra keluarga sakinah), tape, alat musik mainan (sentra seni).
3). Memberikan kenyamanan pada anak, yaitu memahami potensi anak dan memberikan peran lebih tanpa terus menerus memberikan instruksi.[16]
Beberapa prinsip tersebut didukung peranan guru yang memahami anak walaupun disiplin keilmuannya bukan pada bidang pendidikan anak. Guru membiasakan dirinya untuk menyelami dunia anak dan tidak menonjolkan egosentris.
Bentuk peningkatan kualitas tenaga pendidik adalah dengan mendelegasikan guru pada program pelatihan diluar TK atau pelatihan dan pembinaan secara intern yang dilakukan secara berkala dan berkelanjutan (sustainable), serta mengajak untuk studi banding pada TK yang lebih mapan menerapkan pendidikan terpadu. Disamping itu prinsip disiplin dan loyal terhadap TK menjadi bagian tak terpisahakan dalam keseharian guru. Bentuk penerapannya adalah dengan memberikan reward and punishment, TK akan memberikan penghargaan lebih bagi guru yang konsisten untuk disiplin mengajar berupa tambahan insentif dan memberikan kompensasi bagi guru yang kurang disiplin. Inilah wujud pembiasaan positif bagi guru sebagai subyek yang dicontoh anak.
Guru juga diberi keleluasaan mengembangkan metode pembelajaran yang telah ditetapkan TK dengan tetap berpegang pada prinsip pembelajaran.
b. Pengembangan Kurikulum 
Asas pendidikan pada anak prasekolah antara lain; menciptakan situasi pendidikan yang mampu memberikan rasa aman dan menyenangkan, memberikan perhatian secara personal pada anak sesuai kebutuhannya, perkembangan adalah hasil dari proses kematangan dan porses belajar, pembentukan prilaku melalui pembiasaan yang terwujud dalam kegiatan sehari-hari, pengembangan kemampuan yang telah diperoleh di rumah, bermain merupakan cara efektif untuk mengembangkan kemampuan anak didik.[17]
Uraian dalam  kurikulum nasional tersebut merupakan acuan dasar dalam penyelenggaraan pendidikan di TKIT Umar bin Khathab. Kebutuhan untuk mengembangkan kurikulum sangat diperlukan dengan tujuan menonjolkan identitas TK yang notabene lembaga pendidikan Islam dan terpadu.
Dalam penentuan tema pengajaran diambil dari issue faktual dan kontekstual, didalamnya juga bernuansa Islami, seperti pemilihan tema haji dengan program lanjutan manasik serta menyelenggarakan talk show dengan orang tua anak didik yang memiliki pengalaman ibadah ke tanah suci tersebut. Kemampuan merencanakan kurikulum dengan segala manifestasinya manjadikan TKIT dipercaya masyarakat dalam mempersiapkan anaknya memasuki usia sekolah.
Perubahan tingkah laku yaitu; pengetahuan, ketrampilan, sikap, serta nilai-nilai dan aspirasi selalu dikombinasikan dengan unsur-unsur ke-Islaman. Memiliki kemampuan pengetahuan yang selalu dikontrol dengan ajaran Islam, membiasakan berakhlakul karimah, dan mengembangkan kreativitas anak dengan warna Islam.[18] 
c. Bekerja sama dengan orang tua anak didik
Hubungan baik antara Guru dengan orang tua anak didik mempermudah terciptanya lingkungan pendidikan yang kondusif. Silaturrahmi yang dibangun TKIT Umar bin Khathab dengan orang tua anak didik bermaksud mengontrol belajar dan prilaku anak ketika kembali pada lingkungan keluarga. Sikap dan kondisi anak di rumah diupayakan sinergis dengan kondisi di sekolah, dengan demikian kepedulian orang tua sangat dibutuhkan untuk menunjang perkembangan dan prestasi anak.[19] Bentuk kerjasama yang dijalin diantarannya :
1). Setiap sebulan sekali diselenggarakan pertemuan orang tua anak didik dan sekolah dengan agenda sosialisasi tema pembelajaran dan dialog perkembangan anak didik. Harapannya agar orang tua ikut ambil bagian dalam membimbing belajar anak di rumah, sehingga upaya pencapaian prestasi dan perubahan prilaku anak akan lebih mudah.
2). Disediakan buku penghubung sebagai media komuniksi sekaligus laporan harian prilaku ataupun prestasi anak.[20]

F.     Tantangan Yang Dihadapi TKIT Umar Bin Khathab Dalam Menerapkan Pola Pembelajaran Learning By Doing

Dipandang dari segi pola pembelajaran, TKIT Umar bin Khathab telah mengembangkan pengajaran yang mengajak anak didik untuk bereksperimen dengan kadar praktik lebih besar. Dalam menyelenggarakan pendidikan prasekolah kondisi tersebut didukung media, metode, serta pendekatan pengajaran yang representatif dibanding dengan TK konvensional. Untuk mencapai idealitas Taman Kanak-kanak Islam Terpadu, ternyata potensi demikian  belum cukup.
Dalam mengembangkan kreativitas anak, TKIT Umar bin Khathab masih memiliki kelemahan dalam hal sarana prasarana dan tenaga profesional. Hal yang paling real adalah TK belum mempunyai gedung sendiri dalam kurun waktu hampir 6 tahun. Salah satu kendalanya adalah finansial, hal ini dikarenakan sirkulasi dana lebih diutamakan pada kelengkapan media pembelajaran mulai dalam ruang kelas hingga di luar kelas. Kreativitas anak diupayakan dengan memberi ruang ekspresi dalam kontek belajar sambil melakukan. Gambaran terdekatnya yaitu menyediakan sarana manasik haji untuk tindak lanjut dari tema haji, penyelenggaraan bhakti sosial, perayaan hari besar Islam, kebutuhan peningkatan SDM, serta penyelenggaraan dialog interaktif dengan orang tua anak didik setiap bulannya.
Kendala tersebut berimbas pada penyediaan sarana Musholla/tempat ibadah khusus yang seharusnya tersedia bagi TK dalam mengembangkan pendidikan terpadu. Artinya anak didik dapat melakukan lansung pengajaran Agama Islam dalam bentuk ibadah sholat/kegiatan ke-Islaman lainnya sehingga anak akan lebih kreatif dalam memaknai Musholla/Masjid yang juga merupakan pusat kegiatan Islam. Sebagaimana generasi shaleh yang bekerja untuk dunia dan akhirat, menyatukan ibadah, ilmu pengetahuan dan perbuatan baik.[21]
Peran terbesar dalam pengembangan kreativitas anak termotivasi dari guru. Penguasaan materi, penggunaan metode, pemanfaatan media, pengelolaan kelas, dan strategi pendekatan anak merupakan bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Sebagian besar tenaga pendidik di TKIT Umar bin Khathab bukan berlatar belakang keilmuan pendidikan anak atau spesifik sesuai kebutuhan 6 kelas sentra, bahkan ada yang berpendidikan akhir SLTA/sederajat.
Dengan demikian masih butuh proses pelatihan dan penyesuaian dalam membekali ketrampilan bidang pengetahuan dan ketrampilan teknis dalam bidang khusus, seperti bahasa, matematika atau seni. Sampai batas tertentu guru juga dapat mengajar ketrampilan kreatif, yaitu cara berfikir menghadapi masalah secara kreatif, atau teknik-teknik untuk memunculkan gagasan-gagasan orisinil.[22] Upaya diatas butuh ditempuh sebagai proses pengembangan TK yang notabenenya TK unggulan.

G.    Efektifitas Implementasi Model Pembelajaran Learning by Doing Dalam Peningkatan Kreativitas Anak

     Pola pembelajaran yang bertendensi pada kenyamanan anak,   kedisiplinan dan loyalitas guru, akomodasi kurikulum lokal, serta jalinan kejasama dengan masyarakat merupakan potensi bagi implementasi model pembelajaran learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak. Terdapat keterkaitan antara proses pembelajaran yang diterapkan di TKIT Umar bin Khathab dengan peningkatan kreativitas anak. Proses pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif dan bukan hanya menerima penyampaian tema tanpa alat peraga, tetapi lebih pada eksplorasi pengalaman dan mencoba mengalami dapat membuka ruang aktualisasi diri dalam mengembangkan potensi anak sesuai bakat dan kebutuhannya.
Paling tidak efektifitas implementasi model pembelajaran learning by doing dalam peningkatan kreativitas anak di TKIT Umar bin Khathab Kudus dapat diamati dari beberapa faktor, diantarannya:
a.    Strategi pembelajaran PAKEM (aktif, kreatif, efektif, menyenangkan) untuk Menumbuhkan motivasi dan kenyamanan belajar anak. Sehingga anak merasa aman, mendapatkan kasih sayang, penghargaan diri untuk kemudian berpikir orisinil dan bertindak kreatif sebagai manifestasi aktualisasi diri. Dalam hal ini guru memposisikan diri sebagai fasilitator, usahanya adalah dengan mengkolaborasikan beberapa metode pembelajaran (metode bercerita dengan alat peraga, metode demonstrasi, metode eksperimen, metode tanya jawab, metode bermain peran) dalam setiap penyampaian tema/materi.
b.   Peran pengalaman dalam pendidikan, yaitu sebagai proses pemberdayaan pengalaman dan mengeliminir pengalaman yang kurang berpihak pada pedagogis, sehingga dapat mengarahkan bakat dan minat anak didik untuk berkreativitas. Salah satunya dengan mengoptimalkan pengalaman sekarang untuk dapat mempengaruhi secara kreatif dan produktif bagi seluruh pengalaman berikutnya.
c.    Optimalisasi media pengajaran. yaitu sarana penunjang yang dimanfaatkan untuk melugaskan penyampaian materi/tema pelajaran. Anak juga mempunyai kesempatan mempraktekkan uraian dari guru dengan media yang tersedia.
d.   Pendekatan humanis terhadap anak didik. Kreativitas anak terbangun ketika kondisi fisiologis dan psikologisnya terjaga. Pemahaman anak secara utuh adalah sebagai usaha menumbuhkan rasa percaya diri untuk mengembangkan bakat dan telentanya.Upaya yang dilakukan adalah dengan bimbingan dan konseling, teladan guru, perlakuan sama terhadap anak sehingga proses perubahan tingkah laku dapat terarah.
e.    Loyalitas dan kedisiplinan guru. Kecintaan dan rasa kasih sayang terhadap anak sebagai bentuk pengabdian terhadap agama dalam mencetak generasi cerdas yang berakhlakhul karimah. Paradigma tersebut memberi arah dan semangat untuk selalu disiplin dalam melaksanakan proses belajar mengajar, sekaligus memberikan tauladan kedisiplinan bagi anak. 
f.    Kualitas kurikulum. Dalam menjalankan proses pendidikan, TKIT Umar bin Khathab telah mengakomodir potensi dan kebutuhan lokal sebagai bagian dari kurikulum yang hendak dikembangkan. Tentunya sesuai dengan prinsip dasar TKIT Umar bin Khathab yang berusaha menciptakan suasana hidup beragama dalam kehidupan sehari-hari selam proses belajar mengajar.
g.   Semakin tumbuhnya kedisiplinan pihak TK, anak didik dan orang tua karena dijalinya komunikasi intensif. Usaha ini dibangun untuk memberikan pesan yang konsisten dari guru dan orang tua kepada anak dalam memberi pengaruh motivasi belajar.


[1] Novita, Guru TKIT Umar bin Khathab Kudus, Wawancara Pribadi, 07 Maret 2005
[2]  Ibid., Hlm. 113
[3] Arie Widiana R, Wakil Kepala TKIT Umar bin Khathab Kudus, Wawancara Pribadi, 03 Maret 2005
[4]  Utami Munandar, Op.Cit., Hlm. 100
[5] Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif; Menimbang Konsep Fitrah dan Progresifisme John Dewey, Safiria Insania, Yogyakarta, 2004, Hlm. 4
[6]  Arie Widiana R, Op. Cit.
[7]  Ibid.
[8] Oemar Hamalik, Psikologi Belajar Mengajar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2002, Hlm. 32-33
[9]  Hasil Observasi Mendalam Pada Tanggal 04 Maret 2005
[10] Aisyah Rachmawati, Kepala TKIT Umar bin Khathab Kudus, Wawancara Pribadi, tanggal 02 Maret 2005
[11] Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, 2004, Hlm. 5
[12] Aisyah Rachmawati, Kepala TKIT Umar bin Khathab Kudus, Wawancara Pribadi, tanggal 07 Maret 2005
[13] Noor Asih, Orang Tua Wali, Wawancara Pribadi, tanggal 08 Maret 2005
[14] Sholikatun, Orang Tua Wali, Wawancara Pribadi, Tanggal 08 Maret 2005
[15] Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, Hlm. 131

[16]  Arie Widiana R, Op. Cit.
[17]  Ibid.
[18]  Aisyah Rachmawati, Op. Cit.
[19]  Soemiarti Patmonodewo, Op. Cit., Hlm. 126
[20]  Aisyah Rachmawati, Op. Cit.
[21] Muhammad Zuhaili, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, terj. Arum Titisari, A.H Ba’adillah Press, Jakarta, 2002, Hlm. 104
[22] Utami Munandar, Pengembagan Kreativitas Anak Berbakat, Rineka Cipta, Jakarta, 1999, Hlm. 109

Tidak ada komentar:

Posting Komentar