Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif

Unggul dalam Mutu Berdaya Kompetitif
LOGO KSC

Sabtu, 26 Februari 2011

Miftahuddin : Otonomi Pendidikan di Indonesia


I.       PENDAHULUAN

Sebagaimana telah diketahui, bahwa otonomi daerah telah diberlakukan di seluruh wilayah Republik Indonesia tentang otonomi daerah. Nuansa baru itu antara lain berkembangnya pemikiran untuk melaksanakan desentralisasi pengelolaan pendidikan sejalan dengan otonomi daerah.
 Selain itu juga otonomi daerah telah membawa nuansa baru dalam pengelolaan pendidikan di indonesia, sekolah sebagai persatua n pendidikan formal yang berstruktur dan berjenjang pendidikan dasar dari menengah totalitas dan komponen-komponenny telah mengalami perkembangan yang cukup pesat sehingga perlu dikelola secara tertib dan efisien melalui suatu manajemen yang baik, akan tetapi dalam pengelolaan secara penuh segala sesuatu dirancang secara bertahap dengan kesiapan dan ketersediaan pemenuhapersyaratan yang dibutuhkan. Dengan demikian otonomi daerah membawa konsuensi logis pada otonomi pendidikan di daerah, khususnya dalam hal reorientasi visi dan misi pendidikan.
Dengan menyadari pentingnya peningkatan kualitas pendidikan dan kenyataan yang ada, maka dalam rangka menyongsong otonomi pendidikan sebagai optimalisasi potensi daerah dibutuhkan kesiapan masing-masing daerah agar dapat mengoptimalisasikan potensi-ptensi yang ada di daerah itu.

II.    RUMUSAN MASALAH

A.    Konsep Otonomi Pendidikan
B.     Otonomi Pendidikan Sebagai Optimalisasi Potensi Daerah
C.     Prinsip-Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan
D.    Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan

III. PEMBAHASAN

A.    Konsep Otonomi Pendidikan

Otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti “sendiri” dan nomos yang berarti “hukum” atau “atauran”. Sedangkan menurut Ateng Syafrudin mengatakan bahwa istilah otonomi mempunyai makna kebebasan dan kemandirian, tetapi bukan kemerdekaan.[1]
Otonomi peendidikan menurut UU sistem pendidikan nasional no 20 tahun 2003 adalah terungkap pada hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Pada bagian ketiga hak dan kewajiban masyarakat pasal 8 disebutkan bahwa “masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan program evaluasi pendidikan. Pasal 9, masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”. Begitu juga pada bagian keempat hak dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah pasal 11 ayat 2 “Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya daya guna terselenggaranya pendidikan bagi warga negara yang berusia 7-15 tahun.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa konsep otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas, mencakup filosifi, tujuan, format dan isi pendidikan serta menejemen pendidikan itu sendiri. Impikasi dari semua itu adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidkan yang jelas dan jauh kedepan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang tren perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh masyarakat yang lebih baik kedepannya serta merancang sistem pendidikan yang sesuai dengan karakteristik budaya bangsa indonesia yang bineka tunggal ika .
Untuk itu kemandirian daerah itu harus diawali dengan evaluasi diri, melakukan analisis faktor internal dan eksternal daerah guna mendapat suatu gambaran nyata tetang kondisi daerah, sehingga dapat disusun suatu strategi yang matang dalam upaya mengangkat harkat dan martabat masyarakat daerah yang berbudaya dan berdaya saing tinggi melalui otonomi pendidikan yang bermutu dan produktif.[2]

B.     Otonomi Pendidikan sebagai Optimalisasi Potensi Daerah

UUD tahun 45  menyatakan bahwa setiap warga negara Indonesia mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Pemerintah menyusun dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional yang diatur oleh negara. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya 20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelanggaraan pendidikan nasional. Dengan adanya UU otonomi daerah no. 22 tahun 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU no 32 tahun 2004 telah terjadi perubahan sistem pemerintahan yang sentrallistik menjadi desentralistik, dimana setiap daerah memiliki kewenangan untuk  mengatur dan mengurus sistem pemerintahannya sendiri guna menyejahtarakan masyarakat di daerahnya.[3]
Pelimpahan wewenang kepada daerah membawa konsekuensi terhadap pembiayaan guna mendukung proses desentralisasi sebagaimana termuat dalam pasal 12 ayat 1 UU no 32 tahun 2004 bahwa urusan pemerintahan yang diserahkan daerah disertai dengan sumber pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang disentralisasikan.
Sejalan dengan arah kebijakan otonomi dan desentralisasi yang ditempuh oleh pemerintah, tanggung jawab pemeritah daerah akan meningkat dan semakin luas, termasuk dalam menejemen pendidikan. Pemerintah daerah di harapkan  untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam berbagai tahap pembangunan pendidikan, mulai dari tahap perumusan kebijakan daerah, perencanaan, pelaksanaan, sampai pemantauan dan monitoring di daerah masing-masing sejalan dengan kebijakan pendidikan nasional yang digariskan pemerintah.[4]
Pemberian dan berlakunya otonomi pendidikan di daerah memiliki nilai strategis bagi daerah untuk berkompetisi dalam upaya membangun dan memajukan daerah-daerah diseluruh indonesia, terutama yang berkaitan langsung dengan SDM dan SDA masing-masing daerah dalam upaya menggali dan mengoptimalkan potensi-potensi masyarakat yang selama ini masih terpendam. Begitu juga adanya desentralisasi pendidikan, pemerintah daerah baik tingkat I maupun tingkat II dapat memulai peranannya sebagai basis pengelolaannya sebagai pendidikan dasar. Untuk itu perlu adanya lembag non struktural yang melibatkan masyarakat luas untuk memberikan pertimbangan pendidikan dan kebudayaan yang disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan daerah tersebut.
Di era otonomi ini, sudah saatnya kita berpikir kritis untuk membangun sebuah masyarakat yang berpendidikan, humanis, demokratis dan berperadaban. Agar masyarakat selama ini dimarjinalkan dalam lubang berpikir yang ortodoks tidak lagi ada dalam bangunan dan tatanan masyarakat dinamis dan progesif. Maka bila hal ini bisa terwujud, masyarakat juga akan merasa bangga dengan dirinya sendiri dan pada nantinya akan respek terhadap kemajuan dan pekembangan yang terjadi dalam lingkungan sosial maupun pendidikan. Karena masyarakat telah diberikan penghargaan yang tinggi sebagai mahluk sosial dan sebagai hamba Tuhan. Sehingga pendidikan masyarakat yang mencakup seluruh komponen masyarakat dan sekolah itu dapat berjalan dengan sinergis, beriringan dan selaras sesuai dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Selain itu juga di era otonomi ini, masyarakat perlu diberikan kepercayaan untuk ikut serta dalam pemberdayaan dan pengelolaan pendidikan,tidak hanya sekedar sebagai penyumbang atau penambah dana bagi sekolah yang terlambangkan dalam BP3. Dengan kata lain ketidak seimbangan dan ketimpangan antara hak dan kewajiban anggota BP3 yang terdiri dari masyarakat atau orang tua peserta didik harus tiadakan. Karena hal itu telah menjadikan lembaga yang seharusnya mewadahi partisipasi masyarakat tidak ada fungsinya lagi (disfuction), untuk itu ketika otonomisasi telah digalakkan maka sudah saatnya masyarakat diikutsertakan dalam pengambilan keputusan di sekolah dalam berbagai hal. Tetapi tidak hanya sekedar sebagai formalitas saja dalam arti masyarakat dalam musyawarah nantinya sekedar menjadi objek saja atau sebagai pendengar, tetapi harus benar-benar dilibatkan secara langsung, namun peran serta masyarakat juga terbatas pada lingkup tartentu dengan diikutsertakan masyarakat dalam pendidikan akan lebih efektif kerena secara langsung dapat dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.
Berkaitan dengan implementasinya otonomi pendidikan, maka sudah tentunya peran dari lembaga pendidikan sebagai pusat pengetahuan, IPTEK ,dan budaya menjadi lebih penting serta stategis. Hal itu dilakukan dalam rangka pemberdayaan daerah, untuk mempertegas otonomi yang sedang berjalan.[5]

C.    Prinsip-Prinsip Peningkatan Mutu Pendidikan

Ada beberapa prinsip yang perlu dipegang dalam menerapkan program mutu pendidikan di antaranya sebagai berikut.
1.      Peningkatan mutu pendidikan menurut kepemimpinan profesional dalam bidang pendidikan. Menejemen mutu pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan oleh para profesionikan pendidikan dalam memperbaiki sistem pendidikan bangsa kita.
2.      Kesulitan yang dihadapi para profesional pendidikan adalah ketidakmampuan mereka dalam menghadapi “ Kegagalan sistem” yang mencegah mereka dari pengembangan atau penerapan cara atau proses baru untuk memperbaiki mutu pendidikan yang ada.
3.      Peningkatan mutu pendidikan harus melakukan loncatan-loncatan. Norma dan kepercayaan lama harus diubah. Sekolah harus belajar bekerja sama dengan sumber-sumber yang terbatas. Para profesional pendidikan harus membantu para siwa dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dibutuhkan guna bersaing di dunia global.
4.      Uang bukan kunci utama dalam usaha peningkatan mutu. Mutu pendidikan dapat diperbaiki jika administrator, guru, staf, pengawas, dan pimpinan kantor Diknas mengembangkan sikap yang terputus pada  kepemimpinan, team work, kerja sama, akuntabilitas, dan rekognisi. Uang tidak menjadi penentu dalam peningkatan mutu.
5.      Kunci utama peningkatan mutu pendidikan adalah komitmen pada perubahan. Jika semua guru dan staf sekolah telah memiliki komitmen pada perubahan, pimpinan dapat dengan mudah mendorong mereka menemukan cara baru untuk memperbaiki efesiensi, Produktivitas, dan kualitas layanan pendidikan.
6.      Banyak profesional di bidang pendidikan yang kurang memiliki pengetahuan dan keahlian dalam menyiapkan para siswa memasuki pasar kerja yang bersifat global. Ketakutan terhadap perubahan,atau takut melakukan perubahan akan mengakibatkan ketidaktahuan bagaimana mengatasi tuntutan-tuntutan baru.
7.      Program peningkatan mutu dalam bidang komersial tidak dapat dipakai secara langsung dalam pendidikan, tetapi membutuhkan penyesuaian-penyesuaian dan penyempurnaan. Budaya, lingkungan, dan proses kerja setiap organisasi berbeda.Para profesional pendidikan harus dibekali oleh program yang khusus dirancang untuk menunjang pendidikan.
8.      Salah satu komponen kunci dalam program mutu adalah sistem pegukuran. Dengan menggunakan sistem pengukuran memungkinkan para profesional pendidikan dapat memperlihatkan dan mendokumentasikan nilai tambah dari pelaksanan program peningkatan mutu pendidikan, baik terhadap siswa, orang tua maupun masyarakat.
9.      Masyarakat dan menejemen pendidikan harus menjauhkan diri dari kebiasaan menggunakan “program singkat”, peningkatan dapat dicapai melalui perubahan yang berkelanjutan tidak dengan program-program singkat.[6]

D.    Permasalahan dalam Pelaksanaan Otonomi Pendidikan

Pembagian kewenangan dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, memberikan fokus bahwa pelaksanaan otonomi daerah adalah didaerah kabupaten dan daerah kota. Dalam situasi yang demikian ini, baik dari segi kewenangan maupun sumber pembiayaan dibidang pendidikan, daerah kabupaten atau kota akan memegang peranan penting terutama dalam pelaksanaannya. Sementara itu koordinasi dan singkronisai program pendidikan perlu di tingkatkan agar mampu menghindari ego kewilayahan. Untuk itu pelaksanaan desentralisasi pendidikan, menjadi penting kiranya kita mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi dalam pelaksanaannya,[7] dan diantara masalah itu adalah:
1.      Kepentingan Nasional
Salah satu tujuan nasional yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 45, yaitu “ Mencerdaskan kehidupan bangsa” . Untuk mencapai hal tersebut pasal-pasal dalam UUD 1945 dengan segala amandemennya menegaskan demokratisai dan pemenuhan hak-hak dasar bagi semua warga negara untuk memperoleh pendidikan. Kemungkinan yang terjadi adalah bagaimana dengan masing-masing daerah kabupaten atau kota, yang potensi sumber pembiyayaannya berbeda, dapatkah menjamin agar tiap warga negara memperoleh hak pendidikan tersebut. Hal lain yang berkaitan  dengan kepentingan nasional adalah bagaimana melalui pendidikan dapat tetap dikembangkan dalam satu kesatuan arah dan tujuan.[8]
2.      Peningkatan mutu
Salah satu dasar pemikiran yang melandasi lahirnya UU no 22 tahu 1999 yang kemudian disempurnakan menjadi UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah adalah untuk menyesuaikan dengan perkembangan baik eksternal maupun internal khususnya menghadapi tantangan persaingan global dan persaingan pasar bebas. Ada tiga kemampuan dasar yang diperlukan agar masyarakat indonesia dapat ikut dalam persaingan global, yaitu kemampuan menejemen, teknologi dan kualitas SDM yang semua itu dapat dicapai melalui pendidikan yang bermutu. Mutu yang dimaksud disini bukan hanya yang memenuhi standar nasional tetapi juga internasional. Persoalannya adalah dengan adanya otonomi pelaksanaan pendidikan sepenuhnya dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota yang kualitas sumberdaya,prasarana dan kemampuan pembiayaannya bagi masyarakat akankah dapat menghasilkan mutu yang dibawah atau diatas standar?
3.      Efisiensi Pengelolaan
Guna memacu peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dalam kondisi keterbatasan sumber dana yang kemudian dibagi-bagi pada daerah otonomi, pelaksanakanotonomi daerah juga diharapkan dapat meningkatkan efesiensi pengelolaan (tecnical efficiency) maupun efisiensi dalam mengelolakan anggaran (economic efficiency). Sistem pengelolahan yang sangat sentralistik selama ini akan mempunyai potensi problem efisiensi pengelolaan didaerah, apalagi diseolah,jika tidak dilakukan secara profesional dan proporsional.
4.      Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan pilar yang paling utama dalam melakukan implementasi otonomi pendidikan. SDM selama ini belum memadai, maksudnya yaitu berhubungan dengan kuantitas dan kualitas SDM tersbut. Masih ada daerah yang belum dapat memahami,menganalisis,serta mengaplikasikan konsep otonomi pendidikan. Demikian halnya yang berkaian dengan kuantitas atau jumlah SDM yang ada.[9]
5.      Pemerataan
Pelaksanaan otonomi penddidikan dapat meningkatkan aspirasi masyarakat akan pendidikan yang diperkirakan akan juga meningkatkannya pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan. Tetapi yang jadi permasalahan adalah semakin tingginya jarak antara daerah dalam pemerataan akan fasilitas pendidikan yang akhirnya akan mendorong meningkatnya kepincangan dalam mutu hasil pendidikan.
6.      Peranserta Masyarakat
Salah satu tujuan otonomi daerah adalah untuk memberdayakan masyarakat,menumbuhkan prakarsa dan kreatifitas, meningkatkan peranserta masyarakat, termasuk dalam meningkatkan sumber dan dalam menyelanggarakan pendidikan. Peran serta masyarakat dalam pendidikan dapat berupa perorangan,kelompok ataupun lembaga seperti dunia usaha dan industri.
7.      Pengawasan Pendidikan
Sistem pendidikan nasional termasuk aspek kepengawasannya diharapkan memiliki kemampuan untuk merespon berbagai tuntutan daerah, terus bersaing secara global. Sistem pengawasan hendaknya menitikberatkan kepada pengembangan mutu, mewujutkan efisiensi dan efektivitas layanan menejemen. Pengawasan pendidikan hendaknya juga juga tidak hanya sekedar diposisikan sebagai perilaku birokratis dan perundang-undangan saja. Lebih dari itu hendaknya diperlakukan sebagai bagian dari budaya profesional dalam organisasi pendidikan. Sekalipun pengawasan itu merupakan rangkaian atau siklus dari proses menejemen, akan tetapi makna pengawasan melekat, dan pengawasan masyarakat harus selalu bersinergi dengan pengawasan fungsional.[10]
8.      Masalah Kurikulum
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa kondisi masyarakat indonesia sangat heterogen dengan berbagai macam keragamannya,seperti budaya,adat,suku,SDA dan bahkan SDMnya. Masing-masing daerah mempunyai esiapan dan kemampuan yang berbeda dalam pelaksanaan otonomi penidikan. Dalam konteks otonomi daerah, kurikulum suatu lembaga pendidkan tidak sekedar daftar mata pelajaran yang dituntut dalam suatu jenis jenjang pendidikan, dalam pengertian yang luas kurikulum berisi kondisi yang telah melahirkan suatu rencana atau program pelajaran tertentu.
Sedangkan menurut Hasbullah, kurikulum adalah keseluruhan program,fasilitas,dan kegiatan suatu lembaga pendidikan atau pelatihan untuk mewujutkan visi dan misi lembaganya.[11]

IV. KESIMPULAN

Dari pemaparan makalah diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pada saat ini indonesia telah ditetapkan otonomi daerah dan juga berdampak adanya otonomi pendidikan. Dimana daerah berhak mengatur pendidikan di daerahnya sendiri tanpa campur tangan pemerintah pusat secara langsung. Walaupun demikian pemerintah pusat juga bertugas mengontrol dan mengawasi pelaksanaan otonomi pendidikan tersebut.
Otonomi pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi-potensi daerah yang ada dimasina-masing daerah tersebut. Karena potensi masing-masing daerah di indonesia sangat beragam dan tidak sama antara yang satu dengan yang lainnya. Potensi tersebut dikembangkan dan dimasukkan dalam kurikulum pendidikan disekolah, agar nantinya outputnya sesuai dengan kondisi yang ada didaerah tersebut. Tapi dalam kenyataannya dilapangan, otonomi pendidikan yang dilaksanakan tidak semudah teorinya, karena masih banyaknya hambatan serta permasalahan yang dihadapi sebagai mana yang telah disebutkan diatas yang masih perlu di perbaiki lagi. Dalam pendidikan terdapat mutu pendidika, dimana mutu pendidikan perlu ditingkatkan untuk menghasilkan pendidikan yang lebih baik. Juga terdapar prinsip-prinsip peningkatan mutu pendidikan.

V.    PENUTUP

Demikianlah makalah yang dapat kami buat, mungkin makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan untuk pembuatan makalah selanjutnya,semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pemakalah pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya amin.


DAFTAR PUSTAKA         
Sam  M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006)
Matry, Drs. H.M.Nurdin, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era Otonomi Daerah, (Makasar: Aksara Madani, 2008)
http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah.html.
Sukamadinata, Nana Syaodih, dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah,( Bandung: PT. Revika Adimata, 2008)
Umam, Khoirul, Mempertegas Otonomi Pendidikan; Menuju Masyarakat Edukatif, http://re-searching.com.
Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,)
http:// re-searchengines.com/kunluthfi.html,
http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah. html,


[1] Hasbullah, Otonomi Pendidikan; Kebijakan Otonomi Daerah Dan Implikasinya Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007,) hlm. 7
[2] http:// re-searchengines.com/kunluthfi.html, 20/11/2010, jam 10.30
[3] http://karpet guru.blogspot.com/2009/09/optimalisasi-potensi daerah. html,20/11/2010.jam 10.35
[4] Hasbullah, op.cit, hlm.18
[5] Khoirul umam, mempertegas otonomi pendidikan; menuju masyarakat edukatif, http://re-searching.com.20/11/2010, jam 10.40__
[6] Nana Syaodih Sukamadinata, dkk, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah,( bandung: PT. Revika Adimata, 2008), hlm.8-11
[7] Drs. H.M.Nurdin Matry, Implimentasi Dasar-Dasar Manajemen Sekolah Dalam Era Otonomi Daerah, (Makasar: Aksara Madani, 2008) hlm. 7
[8] Ibid, hlm. 8
[9] Sam  M Chan dan Tuti T Sam, Analisis Swot: Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.4
[10] Drs.H.M.Nurdin Matry, Op.Cit, hlm. 9-11
[11] Hasbullah, Op.Cit, hlm. 20-22

Tidak ada komentar:

Posting Komentar